Kamis 21 Feb 2019 07:45 WIB

Pelaksanaan KLB PSSI Sudah Sangat Mendesak

Silang pendapat terjadi soal waktu pelaksanaan KLB.

Rep: Fitriyanto, Hartifiany Praisra/ Red: Gilang Akbar Prambadi
Plt Ketua Umum PSSI Joko Driyono tiba untuk menjalani pemeriksaan di Gedung Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Jakarta, Senin (18/2).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Plt Ketua Umum PSSI Joko Driyono tiba untuk menjalani pemeriksaan di Gedung Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Jakarta, Senin (18/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pelaksanaan Kongres Luar Biasa (KLB) di tubuh Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) dianggap harus segera dilakukan. Ketua Komite Perubahan Sepak Bola Nasional (KPSN) Suhendra Hadikuntono menilai, PSSI tak memiliki pilihan lain karena posisi ketua umum (ketum) PSSI harus segera diisi oleh orang baru.

Ini menyusul Joko Driyono yang semula memangku jabatan pelaksana tugas (plt) ketum PSSI ditetapkan sebagai tersangka oleh Satuan Tugas (Satgas) Antimafia Bola. “Kita apresiasi. Memang PSSI tak punya pilihan lain kecuali menggelar KLB,” ungkap Suhendra, Rabu (20/2).

Suhendra mengatakan, jika KLB jadi digelar, calon-calon ketum yang ada harus merupakan orang baru di luar kepengurusan saat ini. Menurut dia, wajah segar akan membawa semangat perombakan sepak bola yang lebih baik. “Pengurus PSSI yang baru harus benar-benar yang segar sehingga tidak terkontaminasi masalah-masalah di PSSI dan tidak memiliki beban masa lalu di PSSI. Kalau orang-orang lama masih bercokol, jangan berharap PSSI bisa berubah menjadi lebih baik,” kata dia.

Selanjutnya, Suhendra menyebut, PSSI harus segera membentuk perangkat Komite Pemilihan (KP) dan Komite Banding Pemilihan (KBP). Kemudian, dia juga menyebut PSSI harus menetapkan tanggal KLB pemilihan kepengurusan baru, termasuk menjaring nama-nama calon ketua umum. "Kami juga terus berkoordinasi dengan Satgas Antimafia Bola sesuai tupoksinya agar suksesi di PSSI dan proses hukum berjalan paralel," ujarnya.

Menurut dia, PSSI tetap memiliki kearifan lokal tersendiri yang merupakan bagian dari kondisi darurat. Dalam hal ini, situasi menjelang pemilihan umum legislatif dan pemilihan umum presiden yang akan digelar serentak pada 17 April 2019 sehingga tidak harus mengacu pada mekanisme Statuta Federasi Sepak Bola Dunia (FIFA).

"Organisasi apa pun di muka bumi ini pasti menghormati pemilihan presiden di suatu negara. Sebab itu, KLB harus digelar sesegera mungkin agar tidak ada jeda kepengurusan di PSSI," tuturnya.

Suhendra menegaskan, KLB semakin cepat digelar akan semakin baik sehingga tidak akan mengganggu pelaksanaan Pemilu 2019. Apalagi, dari aspek pengamanan, Polri dan TNI akan lebih sibuk mencurahkan energi ke pemilu ketimbang KLB. Terpenting, kata dia, aspirasi di KLB nanti berasal dari bawah sehingga benar-benar murni, tak ada kepentingan apa pun kecuali memperbaiki PSSI.

“Serahkan ke ahlinya. Untuk pemilu, serahkan ke KPU (Komisi Pemilihan Umum), untuk KLB serahkan ke PSSI. Kita yakin masing-masing pihak akan bertindak profesional sehingga KLB PSSI yang diselenggarakan sebelum pemilu pun tak akan mengganggu agenda politik nasional lima tahunan," ujar dia.

Dihubungi seusai rapat, anggota Komite Eksekutif PSSI Very Mulyadi menyatakan, keputusan untuk menggelar KLB itu disepakati secara bulat oleh Komite Eksekutif PSSI. “Setelah ini kita akan bawa ke FIFA untuk minta arahan, selanjutnya kami susun agenda KLB. Setelah ditetapkan waktunya, PSSI memberitahukan ke anggota empat minggu sebelum KLB. Kira-kira tiga bulan lagi baru KLB,” katanya.

Ketua Asosiasi Provinsi (Asprov) PSSI Jawa Barat Tommy Apriantono sepakat KLB memang harus dilaksanakan karena kondisinya sudah darurat. Namun, dia berkeyakinan KLB harus dilaksanakan setelah pemilu dan pemilihan presiden. "Bagaimanapun sepak bola tidak bisa lepas dari pemerintah," kata Tommy di Lapangan Sabuga, Kota Bandung, Rabu (20/2).

Dia mencontohkan saat mantan Ketua Umum PSSI La Nyalla yang ketika terpilih tak bisa bertugas karena pemerintah membekukan PSSI. Hingga akhirnya, FIFA turut melakukan pelarangan aktivitas PSSI. "Jadi, kami harap setelah pilpres dan memang kongres itu //kan// dua kali 30 hari," katanya menegaskan.

Apalagi, PSSI akan mengutus perwakilan ke Zurich, Swiss, untuk meminta izin. Tentu FIFA, lanjut Tommy, tidak bisa langsung memutuskan apakah KLB bisa digelar atau tidak. "Berarti kongres tahunan itu paling cepat bulan Mei, belum persiapannya harus 60 hari, Juni paling cepat. Tapi, kalau misalnya dari FIFA bisa boleh langsung KLB, ya tetap dua bulan, setelah pilpres nanti," katanya.

Namun, dalam persiapannya, dia tidak bisa memastikan apakah plt ketum PSSI, Joko Driyono, akan diganti. Hal itu karena keputusan tersebut berada di Exco PSSI. "Kalau melihat Statuta FIFA itu tidak boleh, tapi PSSI punya statuta sendiri," kata Dosen Institut Teknologi Bandung (ITB) ini.

Dia meminta PSSI tetap bersinergi dengan pemerintah. Itu karena walau bagaimanapun, PSSI tetap membutuhkan pemerintahan, baik dalam organisasi maupun untuk urusan pendukung lainnya. "Seperti kantor Asprov Jabar itu gedungnya punya (pemerintah) provinsi, jadi tidak mungkin tidak dekat dengan pemerintah. Jadi, harus berdekatan dan harus kerja sama," ujar dia.

Menanggapi hal itu, perwakilan Persib Bandung Kuswara S Taryono mengatakan, jajaran pengurus Persib akan menggelar rapat internal. Komisaris PT Persib Bandung Bermartabat ini menyebut, Persib akan satu suara dalam menentukan sikapnya di KLB nanti.

Kuswara tidak ingin Persib salah langkah dalam KLB karena ini akan menentukan sepak bola Indonesia ke depannya. "Apa sikap dari Persib, terutama sikap secara menyeluruh, akan kami bahas secara internal," kata Kuswara di Pengadilan Negeri Kota Bandung, Jalan RE Martadinata, Kota Bandung, Rabu (20/2).

Manajer Persib Umuh Muchtar menyambut baik rencana digelarnya KLB oleh PSSI. Tidak hanya itu, dia berharap KLB dapat dilaksanakan secepatnya. "Jangan tunggu-tunggu beres pemilu, kecuali kalau nanti pemerintah yang mengharuskan setelah pemilu," kata Umuh.

Umuh menyebut, PSSI harus besinergi dengan pemerintah dan tidak mengambil langkah seenaknya. Apalagi, masih ada voter yang menolak adanya KLB. "Kalau anggota sudah minta seperti itu dan beberapa Exco sudah ada yang minta, mengapa tidak? Kalau Exco dua pertiga sudah minta, itu sudah sah," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement