REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Anggoro Pramudya
Hasil kurang memuaskan dipetik Tottenham Hotspur ketika bertamu ke markas Burnley pada lanjutan Liga Primer Inggris pekan ke-25. Armada Mauricio Pochettino menyerah 1-2 pada laga yang berlangsung di Stadion Turf Moor, akhir pekan kemarin.
Kembalinya penyerang andalan Harry Kane tak bisa membantu banyak timnya. Pochettino merasa kecewa dengan hasil itu karena masih ada 11 pertandingan tersisa. Jika mereka menang pada laga versus Burnley, timnya dapat memegang asa untuk tetap bersaing memperebutkan gelar liga bersama Liverpool dan Manchester City.
"Tentu saja masih ada banyak partai yang dimainkan, tapi hari ini, dalam pikiran saya, kami layak memenangkan tiga poin untuk menekan City dan Liverpool," sesal Pochettino, dilansir Sky Sport.
Nahas pula nasib Pochettino, usai timnya dibekuk, ia pun kemungkinan bakal mendapatkan sanksi dari FA karena tingkah lakunya di akhir laga. "Saya akan menerima apa pun yang dikeluarkan FA. Saya harap hal ini tidak berbuntut panjang," sambung dia.
Menarik mengupas kinerja Pochettino bersama Tottenham. Sejak tiga musim lalu, the Lillywhites terus berkembang menjadi kesebelasan yang jauh lebih baik dari sebelumnya. Dari sekadar tim yang hanya menggelitik bagi klub-klub papan atas, kini mereka sudah masuk kategori sebagai klub yang kerap mejeng di tiga besar klasemen.
Alhasil, mengapung beberapa komentar bahwa Tottenham akan menyabet trofi bergengsi di bawah racikan entrenador asal Argentina ini, mengacu pada perkembangan pesat yang mereka tunjukkan. Namun, dugaan-dugaan itu belum terjawab hingga memasuki musim kelimanya bersama si Putih asal London. Pelatih berusia 46 tahun itu sama sekali belum memberikan hasil apa pun. Jangankan Liga Primer, trofi semacam Piala Liga dan Piala FA pun kian meleset dari pelukan Hugo Lloris dan kawan-kawan.
Fragmen di atas setidaknya diakui oleh Pochettino. Sebab, pada awal tahun ini, eks pelatih Espanyol dan Southampton tersebut menyindir bila timnya sudah berada di level yang jauh lebih baik, tetapi mereka masih harus berkembang untuk dapat memenangkan gelar.
"Saya ingat ketika kami tiba di sini, orang-orang bertanya, 'Jika kami tidak bermain di Liga Champions, bagaimana kami dapat mempertahankan para pemain terbaik kami?’ Sekarang pertanyaannya adalah, 'Jika kami tidak memenangkan gelar, bagaimana kami mempertahankan pemain terbaik?’" kata dia, dikutip Fox Sport beberapa waktu lalu.
Lantas, tersirat beberapa hal yang mesti dibenahi oleh kesebelasan asal utara London ini, yakni masalah penyikapan atau mentalitas pemain mereka saat bersaing pada pertandingan-pertandingan besar. Itu karena Tottenham kerap inkonsisten dan tak cukup stabil untuk bisa terus berkembang di level teratas, untuk menjadi juara Liga Inggris atau Liga Champions.
Hal yang jauh berbeda dimiliki oleh Manchester United (MU) di bawah pimpinan Sir Alex Ferguson. Kala di asuh Fergie, MU bisa saja memenangkan pertandingan meski penampilan mereka jauh dari kata memuaskan.
Di sisi lain, berada di suatu tempat yang bukan teritorialnya sendiri tentu bukan hal yang menyenangkan. Kondisi yang kurang lebih sedikit mengganggu Tottenham karena mereka harus mengungsi ke Wembley Stadion lantaran White Hart Lane tengah dipercantik.
Tottenham memang jelas memiliki potensi untuk mencapai level lebih baik lagi daripada kondisi saat ini. Tetapi, perkembangan tidak selalu menyoal kemampuan bermain pemain dan segala macam yang bersifat teknis di lapangan “kerja”. Soal mental serta penyikapan dari para pemain juga mesti segera diperhatikan.
Pochettino sadar, jika tidak segera memperbaiki titik permasalahannya, maka Tottenham bisa bernasib mengenaskan seperti tim tetangga Arsenal: bermain cantik tetapi tidak pernah mengeruk hasil yang signifikan. Salah satu contoh adalah skuat Tottenham di bawah kepemimpinan Juande Ramos. Deretan pemain yang dimilikinya biasa-biasa saja daripada saat ini, tetapi hasilnya bisa dikatakan memuaskan karena sukses merengkuh trofi Piala Carling pada 2007/2008 silam.