REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Final Piala Presiden 2019 akan dihelat dengan format kandang-tandang. Persebaya Surabaya terpilih menjamu Arema FC terlebih dahulu, Selasa (9/12).
Namun, keputusan laga final perdana diadakan di Surabaya mendapat kritikan dari pendukung. Final pertama berlangsung di Stadion Gelora Bung Tomo. Tiga hari berselang, Rabu (12/4) giliran Arema menjamu Persebaya di Stadion Kanjuruhan, Malang.
Dedengkot Bonek Mania (sebutan pendukung Persebaya), Agus Bimbim Tessy mengkhawatirkan panasnya tensi pertandingan karena Arema dan Persebaya selama ini merupakan dua klub yang kerap bergesekan, terutama dari segi penonton.
Bimbim pun sempat berharap lokasi laga puncak turnamen ini digelar di tempat netral. "Kami inginnya cari tempat yang netral. Sebab yang ditakutkan bila home and away, pas pertandingan terakhir akan rusuh," ujar Bimbim seperti dikutip dari laman resmi PSSI, Senin (8/4).
Bimbim menuturkan, jika Persebaya meraih juara dan gelar tersebut didapatkan di kandang Arema, terdapat kemungkinan adanya kerusuhan. Hal serupa juga ia perkirakan jika keadaannya berbalik, Arema yang mampu juara di Surabaya.
"Menurut saya, home and away itu takutnya rusuh. Saya punya pikiran, kalau lolos ke final dan Persebaya main di Arema, lalu menjadi juara, pasti rusuh. Sedangkan kalau Arema yang jadi juara, dan mainnya di Bung Tomo, akan rusuh. Makanya saya minta tolong cari tempat netral untuk pertandingan final Arema vs Persebaya," kata Bimbim.
Bimbim menilai, panitia penyelenggara sudah seharusnya memikirkan aspek keamanan pertandingan. Ia beralasan, persaingan antara Arema dan Surabaya sudah terjadi sejak lama dan perlu antisipasi. "Nggak tahu di mana tempat untuk final, tapi penyelenggara Piala Presiden harus siap. Sebab, mereka seharusnya juga sudah mengantisipasi, bila Arema, Persebaya, Persija atau Persib yang lolos ke final," jelasnya.