REPUBLIKA.CO.ID,
Oleh Frederikus Bata
Andre Onana berada di ambang pencapaian rekor berkelas. Ia berpotensi menjadi kiper berkulit hitam pertama yang tampil di final Liga Champions setelah Nelson Dida.
Dida tampil di laga puncak kompetisi terelite Benua Biru pada 2007. Saat itu eks penggawa tim nasional Brasil tersebut mengawal gawang AC Milan. Dida sebagai kiper nonkulit putih berhasil menggondol trofi Liga Champions setelah Rossoneri menumbangkan Liverpool, 2-1.
Kini, Onana di ambang pencapaian serupa. Sebuah target besar menanti jebolan akademi Barcelona itu. Pertama dari segi prestasi sebagai penggiat lapangan hijau.
Berikutnya dalam misi mengangkat harkat rasnya, Onana membela Ajax Amsterdam. Pada leg pertama semifinal kontra Tottenham Hotspur, De Joden unggul 1-0. Masih ada leg kedua di Johan Cruyff Arena, Kamis (9/5) dini hari WIB.
Dalam wawancara yang dikutip dari BBC, kiper asal Kamerun itu menyinggung soal perbedaan pandangan pada pesepak bola. Dalam hal ini antara yang berkulit hitam dan putih, khususnya di posisi kiper. "Tak banyak kiper berkulit hitam yang berada di posisi puncak. Orang-orang sudah berpikiran kiper berkulit hitam, tak percaya diri, dan membuat terlalu banyak kesalahan," kata Onana.
Menurut dia, hal itu merupakan sebuah pandangan yang berlebihan. Secara umum, semua kiper, kata Onana, mempersiap kan diri dengan cara yang sama. Soal penampilan buruk, bisa terjadi pada siapa saja.
Ia berharap adanya perubahan cara berpikir dari penikmat sepak bola semuanya. Terutama buat individu yang suka mengaitkan segala sesuatu berdasarkan warna kulit.
Onana secara pribadi merasakan kesulitan bertarung menuju level tertinggi karena munculnya sentimen tersebut. "Tidak mudah bagi Anda mencapai level itu karena berkulit hitam. Namun, bagi saya, tidak ada masalah baik itu hitam atau putih, pada akhirnya saya adalah seorang penjaga gawang," ujar Onana.
Sejak 2016, kiper muda berusia 23 tahun itu selalu menjadi pilihan pertama di mistar gawang Ajax. Menurut BBC, progres positif Onana tidak terlepas dari peran CEO De Joden, Edwin van der Sar. Van der Sar adalah mantan kiper Ajax, Juventus, dan Manchester United.
Tidak banyak kiper berkulit hitam yang bermain di liga-liga top Eropa. Dalam laporan BBC, Kamerun memiliki sejumlah kiper yang cukup dikenal. Ukurannya, mereka bermain di Benua Biru.
Sebelumnya, ada Joseph Antoine Belle, Jacques Songo'o, Thomas Nkono, juga Carlos Kameni. Kini Onana jadi sorotan. Sampai-sampai yang bersangkutan dirumorkan bakal balik ke Camp Nou.
Kembali ke persoalan diskriminasi warna kulit di sektor penjaga gawang. Seorang pencari bakat bernama Greg Gordon pernah membahas hal ini. Dalam tulisannya di the Herald, Gordon menjelaskan, pandangan umum kualitas pesepak bola berdasarkan warna kulit.
Pemain kulit putih dinilai memiliki mental dan fisik yang mumpuni. Sementara, pesepak bola kulit hitam dianggap lebih unggul dari sisi stamina, kecepatan, dan ketangguhan. Hal tersebut berhubungan dengan penilaian kepemimpinan.
"Itulah mengapa staf hampir semuanya berkulit putih. Kiper adalah posisi kunci, fondasi setiap tim. Pemimpin yang berbicara melalui permainan. Logikanya peran itu tidak dipercayakan kepada orang berkulit hitam, bahkan ketika Anda telah menemukannya," ujar Gordon.
Masih menurut Herald. Dilansir dari the Secret Footballer, ada agenda rasialis pragmatis di sepak bola. Sebuah upaya perekrut an gelandang muda berkulit putih untuk salah satu akademi sepak bola. Ini dimaksudkan, ketika berkembang, bisa dijual dengan harga selangit. (ed:citra listya rini)