Jumat 10 May 2019 08:29 WIB

Dilema Pesepak Bola Berpuasa

Sebagian memutuskan tetap berpuasa, kendati rintangan yang dihadapi sangat berat.

Mohamed Salah
Foto: EPA-EFE/Peter Powell
Mohamed Salah

REPUBLIKA.CO.ID,

Oleh Anggoro Pramudya

Umat Islam sedunia sedang menjalani ibadah puasa pada bulan suci Ramadhan. Bulan puasa ternyata bukan menjadi penghalang bagi para pesepak bola Muslim beraktivitas di lapangan hijau.

Meskipun harus diakui berpuasa bukanlah perkara mudah bagi pesepak bola. Dengan kewajiban dan perintah agama yang diyakini, terkadang pesepak bola agak bertentangan dengan kebutuhan pelatih dan klub.

Tak pelak hal itu memunculkan dilema dan kompleksitas dalam industri sepak bola. Setiap Ramadhan tiba, ada dua pertanyaan yang umum muncul, yaitu bagaimana pesepak bola Muslim menyikapinya dan apakah hal tersebut akan mengganggu.

Justru, sejauh ini belum ada pedoman tetap yang mendefinisikan tentang masalah ini. Meski demikian, Federasi Sepak Bola Dunia (FIFA) yang membadani para pesepak bola dunia sudah memberikan perhatian soal hal ini.

Pada kompetisi sepak bola Indonesia dengan mayoritas Muslim, ada dua pengondisian yang umum dilakukan menyambut bulan puasa. Pertama, jadwal libur kompetisi akan lebih sering, baik pada awal maupun akhir Ramadhan. Bahkan, bisa saja libur penuh selama sebulan. Sementara, yang kedua, setiap latihan atau pertandingan digelar pada malam hari atau selepas buka puasa.

Di belahan bumi lain, khususnya Eropa, beberapa pesepak bola Muslim berhadapan dengan dilema keimanan menyambut Ramadhan. Di tengah kesibukan, mereka dituntut tidak makan dan minum sejak terbit hingga terbenam matahari. Sebagian memutuskan tetap berpuasa, kendati rintangan yang dihadapi sangat berat.

Bagaimana tidak, dengan kompetisi memasuki tahap akhir di Eropa, mereka harus selalu fit dalam menjalani latihan dan pertandingan. Tak heran, ada pemain yang memutuskan tidak berpuasa.

Keputusan itu bisa dimaklumi. Apalagi, waktu puasa di sebagian besar negara Eropa bisa lebih panjang ketimbang wilayah lain di bumi ini, termasuk Timur Tengah ataupun dataran Asia.

Jika kaum Muslim di Asia hanya butuh sekitar 12 jam berpuasa dalam sehari, di beberapa negara Eropa bisa sampai 16-22 jam per hari.

photo
Mesut Oezil

Gelandang Arsenal berdarah Turki, Mesut Oezil, yang lebih sering menangguhkan puasa selama Ramadhan. Apa yang dijalani Oezil pun banyak dilakukan sebagian besar pesepak bola Muslim yang pernah berkarier di Eropa.

Sebut saja Nicolas Anelka, Marouane Chamakh, Nathan Ellington, dan beberapa nama lain. Anelka memiliki alasan kuat untuk tak berpuasa penuh selama Ramadhan.

Penyerang sayap Liverpool asal Mesir, Mohamed Salah, dikenal sebagai salah satu Muslim yang taat. Akan tetapi, ada beberapa momen ketika Salah memutuskan menangguhkan puasa Ramadhan, salah satunya ketika Liverpool menghadapi Real Madrid pada final Liga Champions, 25 Mei 2018.

Awalnya, Salah berniat untuk tetap berpuasa. Namun, masukan dari beberapa pihak, termasuk pelatih Juergen Klopp, membuatnya mengalah. Alhasil, Salah terpaksa menangguhkan puasa sejak menjelang pertandingan final.

Pendekatan pesepak bola Muslim memang berbeda-beda dalam menghadapi puasa Ramadhan sambil menyeimbangkan kebugaran. Pilihan pun tidak lantas membuat mereka bisa dilabeli sebagai Muslim yang kurang taat. (ed:citra listya rini)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement