Kamis 23 May 2019 15:41 WIB

Persijap Prihatin Perlakuan PSSI Terhadap Liga 3

Presiden Persijap menilai gegap gempita Liga 1 berada di atas penderitaan Liga 3.

Rep: S Bowo Pribadi/ Red: Endro Yuwanto
Persijap Jepara
Foto: ligaprima.co.id
Persijap Jepara

REPUBLIKA.CO.ID, JEPARA -- Di tengah permasalahan yang mendera dunia persepakbolaan di Tanah Air, roda kompetisi sepakbola mulai bergulir yang dimulai dari Liga 1. Tak lama lagi bakal menyusul bergulirnya kompetisi Liga 2 yang kick-off-nya bakal dimulai pada pertengahan Juni 2019 nanti.

Sedangkan, kompetisi Liga 3, baik yang pranasional maupun provinsi, masih harus menunggu karena baru akan digulirkan pada Juli tahun ini. Namun dari ingar bingar kompetisi dan perlakuan PSSI terhadap kompetisi, khususnya Liga 1, memantik keprihatinan dari kalangan peserta kompetisi yang ada di level bawahnya.

Presiden klub Persijap Jepara, Esti Puji Lestari mengaku kecewa dengan perlakuan otoritas tertinggi sepak bola di Tanah Air tersebut. "Kami ini sama-sama ikut kompetisi namun beda sekali perlakuannya, gegap gempita Liga 1 sekarang ini sesungguhnya di atas penderitaan Liga 3," jelasnya.

Kegundahan Esti Puji Lestari ini bukan tanpa alasan. Sebagai peserta yang bernaung di bawah PSSI ini, Persijap belum kunjung memerima match fee dan subsidi.

Menurut Esti, yang paling berhak menerima subsidi sesungguhnya adalah klub Liga 3, yang secara jenjang pembinaan belum mandiri dengan sponsor. Sehingga perlu adanya bantuan untuk pembinaan, mengingat pembatasan usia masih membuat klubnya sulit untuk menjadi komersial.

Di sisi lain, pemerintah daerah (pemda) dan aset daerah lain pun juga belum tentu menyokong karena sudah adanya cabang olah raga lain di daerah yang menggunakan dana tersebut. "Walaupun ada inpres percepatan sepak bola nasional, akan tetapi masih banyak pemda yang takut dianggap menyalahgunakan APBD untuk kepentingan sepak bola profesional," jelasnya.

Namun Esti berharap, PSSI bisa transparan dan menjelaskan subsidi berjenjang ini secara detail berdasarkan prestasi masing masing klub dan jangan dipukul rata. Harus ada rewards dan bukan hanya punishment seperti denda-denda dan sanksi yang diberikan kepada klub yang dianggap perlu diberi sanksi.

"Tapi perlu adanya SOP federasi dalam membuat klub semakin terpicu untuk berprestasi dan bukan hanya mencari juara, tapi kokoh dalam pembinaan dan pengelolaan prasarana serta organisasinya," kata Esti menegaskan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement