Selasa 18 Jun 2019 00:07 WIB

Ketum Baru KONI Harus Pintar Cari Dana untuk Pelatnas

Dalam waktu dekat KONI memang akan melakukan Musyawarah Olahraga Nasional (Musornas).

Rep: Fitriyanto/ Red: Gilang Akbar Prambadi
Sekitar 40 karyawan Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) sambangi kantor Kemenpora RI untuk menyampaikan aspirasi terkait tunggakan gaji yang mencapai lima bulan, Senin (13/5).
Foto: dok. Kemenpora
Sekitar 40 karyawan Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) sambangi kantor Kemenpora RI untuk menyampaikan aspirasi terkait tunggakan gaji yang mencapai lima bulan, Senin (13/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerhati olahraga, Fritz Simanjuntak menyatakan figur dan latar belakang calon Ketua Umum (Ketum) Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Pusat tidak begitu penting. Menurut dia, terpenting adalah mampu dan berkomitmen.

Dalam waktu dekat KONI memang akan melakukan Musyawarah Olahraga Nasional (Musornas) pada bulan Juli mendatang. Saat Musornas nanti, akan dilakukan pemihan Ketum KONI Pusat. Muncul sejumlah nama yang mencalonkan diri untuk menjadi Ketum KONI Pusat periode 2019-2023.

Berdasarkan data yang dihimpun Republika, nama-nama yang mencalonkan menjadi ketua KONI Pusat periode 2019-2023 adalah Muddai Madang dan Haji Syam dengan latar belakang pengusaha. Serta Marciano Norman dan Hendardji Seopandji dengan latar belakang tentara.

“Menurut saya calon Ketum KONI Pusat mendatang sederhana saja, yakni dia mampu mengambil alih pelatnas, serta mampu menyediakan sekitar 40-60 persen biaya untuk pelatnas cabang olahraga. Jadi  tidak tergantung sepenuhnya dari dana pemerintah,” ujar Fritz kepada Republika, Senin (17/6).

Fritz menambahkan, kalau mau lebih 'menggigit', KONI Pusat memang harus mampu mencari atau menyiapkan biaya sendiri.  Itu karena saat ini sepenuhnya dari pemerintah. Ini sangat baik karena andaikan bantuan dana dari pemerintah terhenti maka mereka tetap mampu membayar gaji karyawannya.

“Saya akan mendukung kepada Calon Ketua KONI Pusat yang berani meyiapkan dana sedikitnya 40 persen untuk biaya pelatnas. Paling tidak saya akan dukung calon ketua yang mau tandatangani fakta integritas bahwa Dia mau mecari 40-60 persen dana pelatnas. Siapapun orangnya yang berani menyatakan seperti itu akan saya dukung,” jelasnya.

Fritz menilai saat ini KONI Pusat memang masih mengandalkan sepenuhnya dari pemerintah. Itu membuat pelatnas saat ini dikendalikan oleh Kemterian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora). “Padahal KONI Pusat bisa mencari sponsor, iuran anggota atau usaha lainnya,” ujar dia.

“Untuk Sponsor saya rasa masih banyak yang mau mendukung olahraga di Indonesia. Kuncinya Cabang olahraga harus memperbanyak pertandingan sehingga menarik sponsor masuk. Kalau saat ini bisa dibilang banyak cabor yang hanya menggelar pertandingan satu tahun sekali hanya kejuaraan nasional saja, tidak ada liga atau kompetisinya,” tambah Fritz.

Keberadaan KONI Pusat saat ini sungguh miris. Sejumlah pengurusnya terlibat kasus korupsi dana hibah dari Kemenpora. Selain itu lembaga olahraga tertinggi yang menaungi cabor-cabor ini tidak mampu mencari dana secara mandiri, meski cuma untuk sekadar menggaji karyawannya.

Beberapa waktu lalu, sekitar 40 karyawan KONI Pusat (dari total 104 karyawan) termasuk mantan juara tinju dunia kebanggaan Indonesia Ellyas Pical mengadu kepada Menpora karena sudah tidak digaji selama lima bulan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement