REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pebulu tangkis Indonesia tak meraih satu pun gelar di ajang Thailand Open 2019. Faktor kelelahan dinilai menjadi salah satu penyebab kegagalan Indonesia.
"Kami harus dihadapkan dengan hasil yang tidak memuaskan di Thailand Open 2019. Tidak dapat satu gelar pun. Setelah sebelumnya meraih hasil cukup baik dalam rangkaian turnamen bulu tangkis internasional di Indonesia Open 2019 dan Japan Open 2019,” kata Kepala Bidang Pembinaan dan Prestasi Pengurus Besar Persatuan Bulu tangkis Seluruh Indonesia (PB PBSI) Susy Susanti saat dihubungi Republika.co.id, Sabtu (3/8).
Pada ajang Indonesia Open 2019 yang merupakan level satu turnamen BWF Super 1000 (hanya ada tiga) dan Japan Open 2019 yang level dua turnamennya Super 750 (hanya ada lima), Indonesia berhasil meraih satu gelar juara melalui ganda putra. Bahkan dalam dua final tersebut terjadi All Indonesian Final, antara pasangan Kevin Sanjaya Sukamuljo/Marcus Fernaldi Gideon melawan Hendra Setiawan/Mohammad Ahsan yang keduanya dimenangkan Kevin/Marcus.
Turnamen di Japan Open 2019 selain laga All Indonesian Final di ganda putra, dua wakil Indonesia lainnya yakni Jonatan Crhistie dan ganda campuran Praveen Jordan/Melati Daeva Oktavianti juga berhasil melaju ke final. Walaupun akhirnya kandas di partai puncak.
Thailand Open 2019 secara level lebih rendah dari Indonesia Open dan Japan Open karena Thailand Open masuk kategori turnamen super 500 atau level tiga, total ada tujuh turnamen yang selevel ini. BWF mewajibkan para pemain tunggal yang ada di peringkat 15 besar dunia dan ganda di 10 besar dunia, untuk setidaknya mengikuti 12 turnamen BWF World Tour. Ke-12 turnamen itu terdiri dari tiga turnamen level 2, lima turnamen level 3, serta empat dari tujuh turnamen level 4.
Aturan BWF ini, menurut Susy, membuat pemain harus mengikuti rangkaian turnamen dengan jeda istirahat yang minim. Dengan ikut tiga turnamen secara beruntun tentu berpengaruh kepada faktor fisik. "Tentunya mereka sudah tidak sebaik saat di dua turnamen awal. Buktinya bukan hanya pemain top kita yang gagal di Thailand Open 2019, banyak pemain dari negara lain juga mengalami hal yang sama, karena faktor kelelahan. Apalagi kalau dia harus main hingga partai puncak.”
Bahkan sejumlah pemain top mengundurkan diri sebelum turnamen dimainkan, termasuk pemain nomor satu dunia di tunggal putra, Kento Momota. Momota juara Japan Open 2019 tidak menjelaskan pengunduran dirinya, namun disinyalir adalah faktor kelelahan usai mengikuti tiga turnamen secara beruntun. Apalagi setelah itu akan ada Kejuaraan Dunia pertengahan Agustus mendatang.
Dari kegagalan di Thailand Open 2019, yang menjadi sorotan adalah ganda putra Indonesia Fajar Alfian/Muhammad Rian Ardianto. Duet Fajar/Rian yang sebelumnya menjadi harapan Indonesia, kembali tidak mampu berbuat banyak kandas di babak kedua Thailand Open 2019, kalah dari ganda India. Sebelumnya di Indonesia Open 2019 dan Japan 2019, Fajar/Rian juga tampil mengecewakan.
“Kami akan lakukan evaluasi setelah mereka tiba di tanah air. Untuk Fajar/Rian memang kami lihat masih kurang konsisten, masih butuh polesan lebih dari yang ada saat ini. Kami juga akan tanyakan apa ada permasalahan.” Jelas Susy mengomentari hasil dari Fajar/Rian.
Hasil maksimal yang digapai pemain Indonesia di Thailand Open 2019 adalah di babak perempat final. Yakni, di nomor tunggal melalui Shesar Hiren Rhustavito, ganda putri Greysia Polii/Apriyani Rahayu, tunggal putri Fitriani, dan ganda putra Kevin Sanjaya Sukamuljo/Marcus Fernaldi Gideon.
Di balik kegagalan ini ada sisi positifnya. Para pemain Indonesia dapat mempersiapkan Kejuaraan Dunia yang akan digelar 19-25 Agustus di Swiss. Pebulu tangkis Merah Putih akan memiliki waktu lebih lama untuk pemulihan setelah mengikuti tiga rangkaian turnamen.
“Untuk Kejuaraan Dunia saya rasa pemain cukup untuk melakukan pemulihan. Setidaknya ada waktu lebih dari dua pekan. Waktu itu cukuplah untuk pemulihan pemain. Semoga di Kejuaraan Dunia bisa meraih hasil terbaik,” ujar Susy berharap.