Senin 12 Aug 2019 10:01 WIB

Sensasi Andre Villas-Boas

Villas-Boas membantu tugas Jose Mourinho di Chelsea, dan Inter Milan.

Rep: Frederikus Bata/ Red: Israr Itah
Andre Villas-Boas
Foto: EPA-EFE/Yuri Kochetkov
Andre Villas-Boas

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lama tak terdengar, Andre Villas-Boas muncul lagi. Pelatih asal Portugal  itu kini menangani klub Ligue 1 Prancis Olympique Marseille.

Nyaris satu dekade lalu, Villas Boas sempat mencuri perhatian dunia. Pada musim 2010/2011, ia meraih tiga gelar bersama FC Porto. Ia mengoleksi dua gelar domestik Portugal dan satu trofi Liga Europa. Rupanya, Villas-Boas memiliki bekal ampuh ketika menjadi juru taktik di Estadio Do Dragao. Villas-Boas membantu tugas Jose Mourinho di Chelsea, dan Inter Milan.

Saat berdiri sendiri, ayah dua anak ini tak goyah. Sejumlah media sempat menjuluki Villas Boas sebagai the Next Mourinho. Kebetulan mereka berasal dari negara yang sama.

Sukses di Portugal, Villas-Boas tertarik mencoba petualangan lain. Pada Juni 2012, ia merapat ke Stamford Bridge. Ia berada di Liga Inggris, salah satu kompetisi lokal terbaik dunia.

Rupanya kisah Villas-Boas di London Biru, tak semenarik di Do Dragao. Hanya semusim ia membesut Frank Lampard dan rekan-rekan. Dari 40 laga bersama Chelsea, ia meraih 19 kemenangan, dan 11 imbang. Sisanya 10 partai berakhir dengan kekalahan.

Kendati mengukir catatan minor bersama Chelsea, Villas-Boas belum kehilangan peminat. Pada Juli 2012, suami Joana Maria ini bergabung dengan Tottenham Hotspur. Ia menggantikan posisi arsitek senior, Harry Redknapp.

Ia gagal membawa Spurs minimal finis di zona Liga Champions. Namun sebuah rekor baru tercipta di eranya. Saat itu, Tottenham mengoleksi 72 poin. Itu poin tertinggi untuk tim yang berada di luar empat besar klasemen akhir, sepanjang sejarah Liga Inggris.

Pada Desember 2013, Villas-Boas keluar dari Spurs. Ia dan manajemen klub tersebut membuat keputusan bersama berpisah secara baik-baik. 

Tiga bulan berselang, Villas-Boas berlabuh di klub Rusia. Ia menangani Zenit Saint Petersburg. Mantan asisten Mourinho itu menggantikan Luciano Spalletti.

Belum apa-apa ia langsung membuat rekor baru. Villas-Boas mengoleksi enam kemenangan secara beruntun. Itu terhitung sejak laga debutnya mengarsiteki Zenit.

Villas-Boas cukup sukses membawa armada Lions. Ia membawa Zenit meraih gelar Liga Primer Rusia (2014/2015), Piala Rusia (2015/2016), dan Piala Super Rusia (2015).

Karena alasan keluarga, Villas-Boas pulang kampung ke Portugal. Dasarnya suka berpetualang, tokoh kelahiran Porto ini mencoba peruntungan lain. Selanjutnya, ia menuju Asia.

Pada November 2016, ia menjadi pelatih klub China, Shanghai SIPG. Lagi-lagi ia menggantikan arsitek level senior, kali Sven-Goran Eriksson.

Hanya semusim, ia membesut tim dari negeri Tirai Bambu itu. Pada November 2017, Villas Boas sejenak keluar dari dunia sepak bola. Ia mencoba mengikuti balapan mobil.

Pada Januari 2018, ia terdaftar sebagai peserta Reli Dakar. Debutnya di sirkuit San Juan de Marcona, Peru, berakhir tragis. Ia mengalami kecekaaan dan sempat dilarikan ke rumah sakit.

Beruntung, nyawa Villas Boas bisa tertolong. Selanjutnya, ia kembali ke lapangan hijau. Pada Mei 2019, ia menjadi pelatih Marseille.

"Kadang-kadang pada masa lalu, saya telah membayar harganya, karena saya yang terlalu ambisius. Tetapi saya tidak pernah lari dari tantangan," kata Villas-Boas, dikutip dari The National, Ahad (11/8).

Ia merasa percaya diri dengan petualangan terbarunya. Petinggi klub ingin Marseille lolos ke Liga Champions musim depan. Itu artinya Steve Mandanda dan rekan-rekan, minimal finis di tiga besar Ligue 1 musim 2019/2020.

Villas-Boas siap merealisasikan target yang dibebankan padanya. Namun sang juru taktik menuliskan cerita negatif dalam partai debut di Liga Prancis. Berhadapan dengan Reims, Maerseille tak berdaya.

Menjamu Reims di Stadion Velodrome, Sabtu (10/8) malam WIB), Les Phoceens menyerah 0-2. Dikutip dari Reuters, Villas-Boas mengaku bertanggung jawab atas hasil tersebut. Kendati menguasai pertandingan, timnya gagal tampil efektif.

"Sulit diterima, kami terlalu lambat dalam melakulan serangan. Kami tidak menemukan ruang apa pun. Harus segera menemukan solusi atas kekalahan ini," ujar arsitek 41 tahun ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement