Senin 02 Sep 2019 21:30 WIB

Deretan Panjang Rasisme di Sardegna Arena Cagliari

Romelu Lukaku adalah korban kelima suporter Cagliari.

Rep: Afrizal Rosikhul Ilmi/ Red: Endro Yuwanto
Romelu Lukaku
Foto: EPA-EFE/FABIO MURRU
Romelu Lukaku

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemain tim nasional (timnas) Belgia, Romelu Menama Lukaku, yang kini bermain untuk Inter Milan mendapat perlakuan tak menyenangkan saat berhadapan dengan Cagliari pada lanjutan pekan kedua Serie A Italia di Sardegna Arena, Cagliari, Ahad (1/9). Striker yang dilepas oleh Manchester United (MU) dengan banderol Rp 1,26 triliun itu menjadi sasaran ejekan rasis pendukung I Rossoblu, sebutan untuk Cagliari.

Seperti dilansir dari Sky Sport, Senin (2/9), peristiwa tersebut terjadi saat striker yang bermain sejak menit awal itu bertindak sebagai algojo dari titik putih pada menit ke-72. Saat itu, suporter Cagliari yang berada di belakang gawang yang dijaga oleh Robin Olsen meneriakkan suara-suara monyet untuk membuyarkan konsentrasi Lukaku.

Namun, pemain bernomor punggung sembilan itu tetap berhasil merobek gawang Cagliari sebagai balasan atas cemoohan tersebut. Gol Lukaku pun menjadi gol penentu kemenangan I Nerazzurri atas Cagliari dengan hasil akhir 2-1.

Pelatih Inter, Antonio Conte, mengaku tak mendengar suara ejekan yang dilontarkan para penonton. Namun ia tak menutupi bila para penonton sepak bola di Italia harus diberi pendidikan soal bagaimana menyaksikan sepak bola.

"Bagaimanapun, karena itu sering terjadi di waktu yang lain, saya pikir di Itala, kami harus banyak berbenah. Saya juga mendengar Carlo Ancelotti mengeluh tentang penghinaan konstan yang diterima di lapangan tertentu," kata Conte dilansir dari Foxsport, Senin (2/9). "Kami harus memberi edukasi lebih dan memberi respek lebih pada semua orang yang bekerja. Sekali lagi, saya bukan berbicara mengenai momen spesifik ini, secara umum."

Lukaku bukanlah korban pertama ejekan rasis pendukung Cagliari. Sebelumnya, tepatnya pada 3 April tahun ini, hal serupa dialami oleh Moise Kean saat masih membela Juventus. Saat itu Juventus menang 2-0 atas tim tuan rumah. Kean melakukan selebrasi di hadapan suporter tuan rumah usai mencetak gol kedua untuk menggenapkan kemenangan Juventus.

Selebrasi Kean itu kemudian dibalas dengan teriakan 'buu' dan suara-suara yang menirukan monyet oleh suporter I Rossoblu. Hal itu membuat rekan setimnya, Blaise Matuidi, marah dan melayangkan protes kepada wasit agar turun tangan.

Pasalnya, hal serupa juga pernah dialami oleh pemain berpaspor Prancis itu pada Januari 2018 dalam laga lanjutan Serie A antara Juventus melawan Cagliari. Insiden yang dialaminya tersebut terjadi sesaat sebelum babak pertama berakhir. Dalam pertandingan itu pun Juventus memenangi pertandingan dengan skor 1-0.

Ejekan rasis memang kerap dilakukan oleh suporter Cagliari. Setahun sebelum insiden ejekan rasis menimpa Matuidi, suporter Cagliari juga melakukan hal yang sama kepada gelandang Pescara, Sulley Muntari.

Muntari bahkan terpaksa meninggalkan lapangan sebagai pentuk protes karena menjadi sasaran rasisme ketika timnya menelan kekalahan 0-1 dari Cagliari. Lebih jauh lagi, tujuh tahun sebelumnya, hal serupa menimpa Samuel Eto'o saat membela Inter Milan pada Serie A musim 2010.

Wasit bahkan sempat menghentikan laga selama sekitar tiga menit saat pertandingan baru berjalan tiga menit dan kedudukan imbang 0-0. Pada laga tersebut, striker asal Kamerun itu berhasil mencetak gol tunggal pembawa kemenangan bagi I Nerazzurri atas Cagliari. Eto’o kemudian membalas cemoohan rasis itu dengan menirukan gerakan monyet saat merayakan gol yang dicetaknya.

Conte menilai pada pertandingan sepak bola di luar Italia, para penonton memberikan rasa hormat kepada tim dan para pemain. Suporter di luar Italia, kata Conte, lebih fokus mendukung tim sendiri. "Semua mendukung tim, mereka tak datang ke stadion untuk menghina orang. Fan fokus pada tim," kata mantan pelatih Chelsea itu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement