Selasa 10 Sep 2019 03:11 WIB

Orang Tua tak Merasa Tereksploitasi Brand Djarum

Menurut Suyudi, KPAI harus bisa lebih bijak dalam memberikan tuntutannya.

Rep: Hartifiany Praisra/ Red: Endro Yuwanto
Sejumlah pebulu tangkis hasil Audisi Umum Djarum Beasiswa Bulutangkis mengikuti latihan di GOR Djarum, Jati, Kudus, Jawa Tengah, Senin (9/9/2019).
Foto: Antara/Yusuf Nugroho
Sejumlah pebulu tangkis hasil Audisi Umum Djarum Beasiswa Bulutangkis mengikuti latihan di GOR Djarum, Jati, Kudus, Jawa Tengah, Senin (9/9/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, PURWOKERTO -- Polemik Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyoal Audisi Umum Beasiswa Bulu Tangkis PB Djarumber dampak pada orang tua peserta audisi. Salah satu orang tua peserta, Suyudi mengaku kehilangan motivasi jika audisi umum dihentikan.

Hal ini karena besarnya biaya yang harus dikeluarkan orang tua dalam memfasilitasi anaknya ke tingkat yang lebih tinggi. Menurutnya, audisi umum adalah jawaban bagi orang tua untuk mempermudah biaya orang tua.

Baca Juga

"Kalau PB Djarum kan difasilitasi semua, pembinaannya juga sudah tahu bagaimana kualitas pelatihnya," kata Suyudi saat ditemui Republika.co.id, Senin (9/9).

Suyudi sadar betul bagaimana ketergantungan perkumpulan badminton (PB) di daerah pada klub sebesar PB Djarum. Ia khawatir hal ini akan berdampak pada turnamen dan kompetisi tingkat daerah. "Kalau di daerah kompetisi juga kan yang sponsorin PB Djarum, takutnya audisi hilang, kompetisi hilang juga," katanya.

Menurut Suyudi, KPAI harus bisa lebih bijak dalam memberikan tuntutannya. Dia mengakui brand Djarum yang dikenal sebagai brand rokok kini lebih dikenal dengan Djarum Foundation, sebuah jalan untuk bakat anak. "Saya orang tua tidak merasa Djarum (brand rokok) mengeksploitasi anak kami dalam penjualan rokok. Sudah jelas dari audisi hingga asrama pun sama sekali tidak ada rokok," katanya.

Ayah dari tiga anak ini menyadari kesulitannya jika PB Djarum menghentikan audisinya di Purwokerto. Karena untuk mengikuti audisi umum pun Suyudi harus membawa putranya, Vaskal Umay Wilmar sejauh 50 kilometer dari rumahnya di Bumi Ayu, Brebes.

"Kemarin saat tes screening kami berangkat Subuh, pulang setelah Magrib, kira-kira jam delapan pagi. Ini tidak masalah daripada kami harus pergi ke Kudus atau ke Jakarta untuk audisi," kata Suyudi.

Bukan mau hitungan, lanjut Suyudi, dia tidak ingin anaknya bernasib sama dengannya. Dia percaya bahwa PB Djarum bisa menjadi secercah cahaya bagi anaknya untuk bisa hidup lebih baik darinya. "Kebanggaan ya, kalau juara dunia itu kan bukan cuma buat keluarga bangga, bukan klub juga, tapi sudah jadi kebanggaan bangsa," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement