REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Masyarakat Indonesia berhak kecewa dengan dua kekalahan laga kandang tim nasional (timnas) Indonesia pada ajang kualifikasi Grup G Piala Dunia 2022 zona Asia. Pada putaran pertama tim asuhan Simon McMenemy takluk 2-3 dari Malaysia, lebih parah lagi di putaran kedua timnas Indonesia digulung 0-3 oleh Thailand.
Maka wajar jika masyarakat Indonesia menuntut perombakan besar-besaran mulai dari pelatih hingga komposisi pemain. Pengamat sepak bola nasional, Akmal Marhali menganggap para pemain seperti tampil tanpa pelatih. Bahkan, lebih jauh lagi, dua kekalahan laga kandang itu menurutnya menjadi acuan Indonesia harus say good bye pada Piala Dunia 2022 dan Piala Asia 2023.
Akmal menilai sulit bagi timnas Indonesia untuk masuk peringkat tiga teratas, sementara saat ini poin Indonesia masih nol dan berada di dasar klasemen.
"Pilihan terbaik saat ini adalah menjadikan sisa laga kualifikasi Grup G sebagai sasaran antara untuk mematangkan tim menghadapi event yang lebih punya kans untuk berprestasi, seperti SEA Games 2019 dan Piala AFF 2020," kata Akmal kepada Republika.co.id, Rabu (11/9).
Menurut Akmal, dua ajang itu adalah habitat bagi timnas Indonesia. Ajang tersebut saat ini paling memungkinkan bagi skuat Garuda untuk meraih prestasi.
Namun tentu, kata Akmal, dengan syarat harus dilakukan pembenahan secara terstruktur, sistematis, dan masif. "Pelatih dan asisten harus dievaluasi. Begitu juga komposisi pemain untuk laga ke depan," ujarnya.
Selain menuntut perombakan tim, Akmal juga menilai muara masalahnya ada pada Persatuan Sepak bola Seluruh Indonesia (PSSI). Dia menuntut agar PSSI instropeksi diri dan lebih fokus untuk membangun kompetisi yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas timnas. Terlebih, PSSI memiliki hajat untuk mencari pimpinan baru.
Menurut Akmal, calon-calon ketua umum PSSI harus menyiapkan konsep terintegrasi untuk membangun timnas yang tangguh. "Karena timnas adalah rujukan prestasi PSSI, bukan sebatas kemeriahan kompetisi yang kadang juaranya sudah ketahuan sejak awal musim," lanjut dia.
Selain itu, koordinator save our soccer (SOS) ini juga menilai tidak ada sinkronisasi antara kompetisi liga di Indonesia dengan jadwal bermain timnas. Kompetisi, kata dia, seharusnya menjadi fondasi timnas, bukan malah merusak timnas seperti yang terjadi saat ini.
Akmal menambahkan, PSSI harus bisa memenuhi ekspektasi masyarakat kepada timnas Indonesia untuk meraih prestasi di ajang-ajang bergengsi. Mengenai ekspektasi yang terlalu tinggi di kalangan masyarakat, Akmal menilai wajar jika masyarakat haus akan prestasi yang digapai timnas. Tentu, kata dia, masyarakat ingin memiliki timnas yang membanggakan.
"Semua masyarakat di seluruh negara juga punya ekspektasi tinggi terhadap timnasnya," kata Akmal. "Tinggal bagaimana PSSI dan manajemen timnas menjawab ekspektasi itu. Mengukur lawan dan menunjukkan karakter permainan yang membanggakan. Bukan kekalahan yang membuat masyarakat kecewa, tapi cara kalahnya yang bikin mereka nelangsa."