REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Meledaknya industri e-sports di Indonesia tak hanya diisi oleh gegap gempita pesta para penggila gim Tanah Air. Di balik kemeriahan merayakan gaming sebagai ladang bagi para profesional, Esports Indonesia ternyata memiliki sejumlah masalah dasar. Ini tak ubahnya seperti cabang olahraga (cabor) pada umumnya.
Masalah-masalah yang terus terulang kemudian mencambuk sejumlah kalangan pegiat Esports untuk mendirikan Federasi E-Sports Indonesia (FEI). Salah satu penggagas berdirinya FEI, Andrian Pauline Buseen, menjelaskan, problem di tingkat akar rumput Esports amat beragam.
Maka dari itu, kata dia, penting untuk membentuk wadah bagi para pelaku e-sports agar tidak mengalami hal-hal tidak diinginkan. Satu masalah yang paling disoroti oleh CEO tim Esports, RRQ, ini adalah soal kesemena-menaan terhadap atlet.
Menurut dia, kasus-kasus mengenai kontrak yang bermasalah antara pemain dan sebuah tim selalu sulit terpecahkan. Dia mencontohkan, seorang pemain bisa habis karier Esports-nya jika kedapatan menyebrang ke tim lain.
"Itu bisa ada hukuman tidak boleh main e-sports selama tiga tahun. Ini kan kasihan, seumur-umur hanya tahu e-sports, kalau diskors nasibnya seperti apa? Sedangkan skors tiga tahun ini mengacu ke regulasi apa?," kata sosok yang akrab disapa AP ini, dalam sebuah diskusi di Jakarta, Selasa (7/10).
AP menegaskan, kehadiran FEI bisa membantu seluruh pegiat e-sports untuk merumuskan standardisasi dalam menjalankan olahraga elektronik ini. AP kemudian memberikan contoh lain. Menurut dia, karena tidak adanya standardisasi, maka tak jarang penyelenggara sebuah kejuaraan bertindak seenaknya. Meski telah memenuhi kas dengan suntikan dari dana sponsor dan pendaftaran yang berbayar, nyatanya event yang digelar jauh dari harapan.
"Kadang hanya gelar tikar lalu pakai proyektor. Jelas yang seperti ini salah dan harus sama-sama dirapikan," kata dia. Belum lagi, kata dia, soal hak-hak para pegiat e-sports yang lalai diperhatikan. Dia mengatakan, tak sedikit kasus yang membuat para kampiun dan komentator (caster) dari sebuah kejuaraan harus pulang dengan tangan hampa.
"Sampai lima bulan, ada player (pemain) dan caster yang belum dibayar baik uang hadiah atau honornya oleh panitia. Padahal kejuaraan sudah selesai dengan sukses," kata dia.
Untuk itulah, kata dia, FEI dibentuk karena hal-hal seperti ini harus ada yang membereskan. "Kami siap bersih-bersih karena selama ini tidak ada yang mau turun untuk kotor-kotoran," kata dia.
Show caster profesional e-sports, Dimas Surya mendukung berdirinya FEI. Menurut dia, FEI adalah wadah yang sangat diperlukan bagi para pegiat e-sports. "Ini akan menjadi tempat kami menyelesaikan persoalan. Kami pernah tidak dibayar berapa bulan, tapi bingung mau mengadu ke siapa. Semoga FEI bisa membantu ke depannya," kata dia.
Pendiri Asoasiasi Video Game Indonesia (AVGI) Andi Suryanto tersanjung dengan semangat para pegiat Esports yang ingin maju membela hak-hak rekan seprofesi. Menurut dia, sudah saatnya standardisasi e-sports Indonesia dibuat. Dengan menggandeng Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI), dia yakin industri e-sports Indonesia akan jadi yang terbesar di dunia.
"Kita punya 60 juta gamer, data tahun lalu menunjukkan demikian, saya yakin setidaknya kita bisa mulai dulu jadi yang terbesar di Asia Tenggara," kata sosok yang juga merupakan publisher game Indonesia ini. Atlet Esports dari tim Evos, Jonathan Liandi berharap besar dengan keberadaan FEI.
Menurut dia, saat ini masalah-masalah mendasar di dunia e-sports cukup kompleks dan harus ada pihak yang turun tangan mengatasi. "Saya yakin kita harus menyamakan dulu definisi e-sports di setiap generasi. Banyak yang dari generasi pendahulu kita masih menganggap miring dan ini membuat langkah kita tidak kompak, saya harap ini bisa dibenahi," kata dia.
Sebelumnya, Sekretaris Kementerian Pemuda dan Olahraga Gatot S Dewa Broto telah menegaskan, pemerintah selama ini terus melakukan edukasi dan membangun pemahaman tentang e-sports yang memiliki prinsip dan nilai-nilai sama dengan cabang olahraga lainnya. Dalam kejuaraan multievent seperti SEA Games dan Asian Games, Indonesia selalu mengirimkan atlet-atletnya bertanding.
“Kami mulai menyusun regulasi-regulasi untuk mendukung itu (pengembangan e-sports), termasuk sosialisasi, dan sebagainya. Serta yang tidak kalah penting mendukung pelaksanaan event-event atau turnamen e-sports,” ujar Gatot.