REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Korea Utara (Korut) dan Korea Selatan (Korsel) untuk pertama kalinya bertanding di Pyongyang dalam satu pertandingan kompetitif di antara kedua negara yang resminya masih berstatus perang itu. Kedua Korea bermain imbang 0-0 dalam pertandingan kualifikasi Piala Dunia yang bersejarah tapi disebut-sebut ganjil karena dimainkan di stadion tanpa penonton dan tak disiarkan media mana pun.
Pertemuan kedua tim pada laga Grup H Kualifikasi Piala Dunia 2022 Zona Asia berlangsung di Stadion Kim Il Sung di Pyongyang, Selasa (15/10). Laga ini tanpa siaran langsung, tanpa pendukung dan minus media asing.
Bintang Tottenham Hotspur Son Heung-min menjadi kapten Korea Selatan dalam pertandingan yang membuat jengkel setengah mati penggemar Korea Selatan karena tak diperbolehkan masuk Korea Utara untuk menonton pertandingan itu.
Mereka bahkan harus menunggu lama untuk bisa melihat pertandingan itu setelah para pejabat Korea Selatan tiba kembali di negaranya dengan membawa pulang DVD rekaman laga tersebut.
"Korea Utara berjanji menyediakan DVD berisi rekaman lengkap pertandingan itu sebelum delegasi kami berangkat," kata kementerian unifikasi Korea Selatan, yang menangani urusan lintas perbatasan, dalam sebuah pernyataan.
Nyaris tak ada update untuk pertandingan ini. Kalaupun ada disebut update, maka itu adalah komentar teks online terbatas yang diunggah dalam situs badan sepak bola dunia FIFA dan badan sepak bola Asia AFC.
Disebut dalam update itu, wasit asal Qatar yang memimpin lagi ini, Abdulrahman Al Jassim, mengeluarkan empat kartu kuning. Dua untuk Ri Yong Jik dan Ri Un Chol dari Korea Utara, dan dua lainnya untuk Kim Young-gwon dan Kim Min-jae dari Korea Selatan.
Sebuah foto yang diposting pada situs web Asosiasi Sepak Bola Korea Selatan (KFA) menunjukkan pertandingan berlangsung di bawah lampu sorot raksasa yang menerangi tribun kosong melompong tanpa penonton.
Hanya segelintir yang menonton laga ini. Salah satu dari sedikit penonton itu adalah Presiden FIFA Gianni Infantino yang terbang ke Pyongyang sehari sebelum pertandingan ini digelar.
"Senang berada di sini," kata Infantino, begitu tiba di bandara untuk disambut ketua Asosiasi Sepak Bola Korea Utara, Kim Jang San.
Tim Korea Selatan tiba di Pyongyang sehari sebelum pertandingan digelar Selasa ini dengan hanya ditemani pelatih dan staf pendukung.
Uniknya, mereka harus meninggalkan ponsel mereka di kedutaan Korea Selatan di Beijing sebelum berangkat ke Utara sehingga butuh perjuangan keras untuk mengumpulkan mereka kembali di Pyongyang.
Karena kebuntuan dalam perundingan nuklir, Korea Utara ogah memfasilitasi tim Korea Selatan, sehingga untuk mencapai Pyongyang pun, tim Korsel harus memutar dulu terbang ke Beijing dan dari sini baru masuk Pyongyang.
Semuanya serba darurat, sehingga tim Korsel memakai fasilitas apa saja yang bisa agar bisa terhubung. Seorang pejabat KFA mengatakan, selama di Korea Utara mereka hanya berkomunikasi lewat email.
Serba terbatas
Hal unik lainnya terjadi ketika Senin malam beberapa jam sebelum pertandingan digelar keesokan harinya, diadakan konferensi pers oleh pelatih Korea Selatan Paulo Bento yang dihadiri oleh lima wartawan Korea Utara dan dua staf KFA.
Bagaikan hidup di zaman sebelum internet dan medsos semasif sekarang, dua staf KFA itu harus tergopoh-gopoh balik ke hotelnya setelah jumpa pers itu selesai, demi mendapatkan koneksi internet untuk memposting keterangan-keterangan yang mereka dapatkan dalam konferensi pers itu dalam situs web KFA.
Sekretaris Jendral AFC Windsor John mengaku sudah memperkirakan keadaan serba terbatas semacam ini.
"Kami memahami situasi Korea Utara," kata John. "Kami tidaj kaget."
Pertandingan dua Korea itu digelar beberapa hari setelah Korea Utara melakukan serangkaian uji coba rudal terbarunya yang membuat seisi kawasan tegang kembali dan mengancam prospek perundingan dengan Amerika Serikat mengenai program senjata Pyongyang.
Sikap dingin Korea Utara kali ini berbeda 180 derajat dengan saat mereka menyambut hangat Presiden Korea Selatan Moon Jae-in dalam pertemuan lintas perbatasan setahun lalu.
Pada pertemuan ini, Moon Jae-in menggunakan Olimpiade Musim Dingin Pyeongchang untuk menengahi proses pembicaraan Pyongyang-Washington sampai kemudian menggelar tiga pertemuan puncak dengan Kim Jong-un.
Saat itu, mereka sepakat bertukar misi olahraga, termasuk aspirasi menjadi tuan rumah bersama Olimpiade 2032.
Kehangatan itu sirna saat dua Korea menjalani pertandingan kualifikasi Piala Dunia 2022 di stadion Pyongyang itu.
Di antara yang paling dibuat kesal oleh sikap Korea Utara itu adalah tentu saja fan bola Korea Selatan yang menyebut Utara tak bertanggung jawab karena melenceng dari standar internasional.
Derbi Korea yang bersejarah di Pyongyang ini memang nyaris tertutup dari dunia luar.
"Jika Korea Utara tak membolehkan siaran langsung, negara itu harus dikeluarkan dari federasi (sepak bola) internasional," cicit seorang fan bola Korea Selatan.