Rabu 30 Oct 2019 05:10 WIB

Pengamat: Transparansi Kunci Promosi Persis Solo ke Liga 1

Salah satu klub tertua di Indonesia itu masih di Liga 2 dan belum promosi ke Liga 1.

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Endro Yuwanto
Suporter klub sepak bola Persis Solo atau dikenal dengan nama Pasoepati melakukan aksi unjuk rasa di Balaikota, Solo, Jawa Tengah, Jumat (26/7/2019).
Foto: Antara/Mohammad Ayudha
Suporter klub sepak bola Persis Solo atau dikenal dengan nama Pasoepati melakukan aksi unjuk rasa di Balaikota, Solo, Jawa Tengah, Jumat (26/7/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat olahraga Fritzs Simandjuntak menyatakan, pengelolaan klub sepak bola sudah sewajarnya ditangani lebih transparan dan profesional di era keterbukaan. Hal tersebut, dia mengatakan, juga berlaku bagi klub semisal Persis Solo yang sudah mengakar dan identik dengan masyarakat Surakarta.

"Jika tidak, maka yang muncul adalah ketidakpercayaan, hilangnya dukungan, dan akhirnya, penolakan atau boikot terhadap klub tersebut," kata Fritzs Simandjuntak dalam keterangan resmi di Jakarta, Selasa (29/10).

Menurut Fritzs, indikator keberhasilan dalam pengelolaan klub sepak bola bisa dilihat dan diukur dari berbagai faktor. Misalnya prestasi, kualitas pemain atau pelatih yang dikontrak, serta rekam jejak pemilik atau manajemen klub. "Maka klub sepak bola harus transparasi dalam pengelolaannya."

Fritzs mengatakan, terkait dengan masalah yang dialami Persis Solo, klub yang lahir pada tahun 1923, itu belum juga bangkit dari keterpurukan prestasi meski sudah berbadan hukum dan menggandeng investor pada 2016 lalu. Dia mengungkapkan, juara perserikatan tujuh kali itu harus puas bermain di Liga 2 dan belum bisa promosi ke Liga 1.

Kendala yang tengah menimpa salah satu tim tertua di Indonesia itu, lanjut Fritzs, bermula dari pelepasan 70 persen dari total 90 persen saham yang dimiliki SHW di Persis Solo Saestu (PT PSS) kepada Vijaya Fitriasa tanpa melalui mekanisme RUPS. Artinya, ia mengatakan, akuisisi tersebut dinilai tidak sah dan cacat hukum.

Sebab, Fritzs mengatakan, hal itu dilakukan tanpa melibatkan Her Suprabu sebagai perwakilan dari masyarakat Solo dan 26 klub internal Persis yang memiliki saham di sana. Ia menyarankan agar manajemen Persis lebih terbuka dan transparan dalam menjelaskan apa yang terjadi dan rencana jangka panjang klub tersebut.

"Termasuk soal akuisisi yang menjadi problem tersebut. Transparansi harus diambil klub tersebut, karena hal itu bisa pula mengundang investor-investor lain yang memang ingin serius membangun Persis Solo," kata Fritzs.

Menurut Fritzs, pemilik Persis harus mempunyai orientasi hasil jangka panjang, baik dalam segi prestasi dan manajemen klub. Hal itu, lanjutnya, demi memuaskan shareholder, seperti 26 klub anggota, fan fanatik, sponsor, pemangku wilayah, dan pengelola Stadion Manahan, Solo.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement