Rabu 20 Nov 2019 22:20 WIB

Timnas Terpuruk, Pengamat: Hilangkan Pemain Naturalisasi

Akmal mengaku selalu menantang adanya pemain naturalisasi sejak era Nurdin Halid.

Rep: Afrizal Rosikhul Ilmi/ Red: Endro Yuwanto
Pesepak bola timnas Indonesia berpose sebelum saat pertandingan kualifikasi Piala Dunia 2022 Grup G Zona Asia di Stadion Bukit Jalil, Kuala Lumpur, Malaysia, Selasa (19/11/2019).
Foto: Antara/Rafiuddin Abdul Rahman
Pesepak bola timnas Indonesia berpose sebelum saat pertandingan kualifikasi Piala Dunia 2022 Grup G Zona Asia di Stadion Bukit Jalil, Kuala Lumpur, Malaysia, Selasa (19/11/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kekalahan tim nasional (timnas) Indonesia dari Malaysia pada laga lanjutan Grup G Kualifikasi Piala Dunia 2022 zona Asia di Stadion Nasional Bukit Jalil, Kuala Lumpur pada Selasa (19/11) malam WIB, menambah daftar panjang catatan buruk skuat Garuda. Greg Nwokolo dkk semakin terpuruk di papan bawah klasemen setelah melewati lima laga tanpa satu kemenangan pun.

Indonesia tertinggal 11 poin dari Vietnam yang berada di peringkat pertama. Skuat Garuda terpaut enam poin dari Uni Emirat Arab (UEA) di peringkat keempat.

Baca Juga

Kekalahan beruntun yang diderita skuat Garuda tentu membuat kecewa seluruh pecinta sepak bola di tanah air. Selain kualifikasi Piala Dunia 2022, sebelumnya skuat Garuda juga gagal melaju ke semifinal Piala AFF 2018 dengan rekor yang cukup menyedihkan.

Timnas Indonesia hanya menang sekali atas Timor Leste, dua kali kalah kontra Thailand (2-4) dan Singapura (0-1), serta bermain imbang (0-0) melawan Filipina. Rentetan hasil negatif pun berdampak pada peringkat FIFA. Terbaru, per Oktober 2019, ranking Indonesia turun empat tangga ke posisi 171 dunia.

Prestasi terakhir timnas Indonesia adalah menjadi runner-up Piala AFF 2016 saat ditukangi Alfred Riedl. Setelah itu, skuat Garuda selalu gagal menorehkan prestasi yang diharapkan.

Hal ini tentu menuntut Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) untuk segera melakukan perbaikan besar-besaran. Pengamat sepak bola nasional, Akmal Marhali mengatakan, hasil yang diraih timnas Indonesia saat ini merupakan buntut dari buruknya pengelolaan kompetisi sepak bola di Indonesia.

"Jadi sejak 2017 sampai sekarang, yang disemai oleh Pak Iwan Bule (Mochamad Iriawan) adalah apa yang ditanam oleh Edy Rahmayadi dkk, kompetisi yang tidak sehat melahirkan timnas yang tidak kuat," kata Akmal kepada Republika.co.id, Rabu (20/11).

Koordinator Save Our Soccer (SOS) ini mengatakan, jika berharap timnas Indonesia berprestasi, maka harus ada perhatian serius dari Ketua Umum PSSI, Mochamad Iriawan alias Iwan Bule, untuk menciptakan kompetisi yang sehat.

Menurut Akmal, jika kompetisi bisa berjalan dengan sehat, maka secara otomatis akan melahirkan pemain-pemain yang kuat untuk timnas. Namun, kata dia, yang terjadi saat ini justru sebaliknya. Para pemain timnas Indonesia tidak meningkatkan prestasi yang pernah diraih di tahun-tahun sebelumnya dan justru menurunkan prestasinya.

"Ini kan era barunya Pak Iwan, nah semua masalah yang ada di kompetisi harus dibenahi. Sehingga kompetisi kita adalah kompetisi yang sehat, bermartabat, dan melahirkan pemain-pemain yang mempunyai mental yang kuat," ujar Akmal.

Selain itu, Akmal juga mengkritisi manajemen timnas saat ini yang menggunakan terlalu banyak pemain naturalisasi. Akmal mengaku selalu menantang adanya pemain naturalisasi sejak era Nurdin Halid.

Menurut Akmal, adanya pemain naturalisasi hanya dimanfaatkan sebagai proyek untuk membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya bagi pemain asing yang sudah tidak produktif lagi di negara asalnya. "Di negaranya belum tentu kepake karena usianya juga sudah tua. Padahal adanya pemain naturalisasi itu menghilangkan peluang pemain lokal untuk bisa cepat berkembang," kata dia. "Jadi stop naturalisasi, tahun ini, 2019 adalah tahun terakhir buat kita untuk menggunakan pemain naturalisasi."

Sementara itu, Ketua Umum PSSI Mochamad Iriawan mengatakan pemain naturalisasi di timnas Indonesia tidak bisa benar-benar dihilangkan. Namun, pria yang akrab disapa Iwan Bule itu berjanji akan melakukan seleksi lebih ketat lagi untuk pemain naturalisasi.

Ke depan, kata Iwan, tidak ada lagi pemain naturalisasi yang berusia di atas 30 tahun. Selain itu, pemain naturalisasi juga harus benar-benar pemain yang mempunyai skill dan kemampuan di atas rata-rata dan yang tak kalah penting adalah harus profesional. "Jadi seleksi yang dilakukan harus benar-benar ketat, pemain naturalisasi harus benar-benar bagus mainnya, terus juga tidak tua, Osas Saha itu kan sudah tua, kita lihat semalam juga dia jarang lari, dan juga harus profesional."

Ke depan, lanjut Iwan, PSSI juga akan lebih memprioritaskan pemain lokal. "Seperti sekarang ini kami punya Garuda Select dan program-program pembinaan lain, semoga ke depan mereka bisa mengisi formasi pemain timnas senior," jelas dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement