REPUBLIKA.CO.ID, DUBAI -- Penyerang Inter Milan Romelu Lukaku ingin otoritas sepak bola Italia menindak pelaku rasis dengan mencontoh sepak bola Inggris. Liga Inggris menggunakan banyak kamera untuk mengidentifikasi para suporter yang melakukan aksi tidak terpuji tersebut.
Mantan pemain Manchester United (MU) itu telah menyerukan Federasi Sepak Bola Eropa (UEFA) untuk bertindak melawan rasialisme setelah mengklaim ia dilecehkan selama pertandingan Liga Champions di Slavia Praha pada November.
Lukaku menjadi target aksi rasialisme selama pertandingan Serie A Liga Italia di kandang Cagliari pada September. Sementara penyerang Brescia Mario Balotelli juga menjadi sasaran aksi tersebut selama pertandingan di Verona pada November.
Berbicara di Gala Sepak Bola Global di Dubai, penyerang timnas Belgia itu mengatakan bahwa Italia harus meniru Inggris dalam melawan rasialisme.
"Saya datang dari Inggris di mana (rasialisme) cukup parah, di mana ada kamera ditaruh di stadion dan para suporter membantu mengidentifikasi mereka yang melakukan aksi tidak bertanggung jawab," ujar Lukaku dilansir Sky Sports, Ahad (29/12). "Di Italia, kami harus melakukan hal sama. Sebagai pesepak bola, kami memiliki kekuatan mencoba dan mengubah banyak hal. Tim, para pemain, harus memihak. Apa yang terjadi pada saya adalah hal yang menyedihkan."
Di ruang ganti, lanjut Lukaku, ada pemain dari berbagai etnik dan agama tetapi semua bekerja sama. "Kenapa kita tidak bisa menikmati pertandingan di stadion, alih-alih memikirkan warna kulit atau rasnya?"
Pada November, seluruh klub Serie A menandatangani sebuah surat terbuka yang ditujukan kepada semua orang yang mencintai sepak bola Italia. Sebanyak 20 klub itu mengakui ada masalah serius sehubungan dengan rasialisme dalam sepak bola Italia.
Dalam surat itu, klub-klub mengatakan bahwa Serie A akan membuat kebijakan anti-rasialisme Seri A yang komprehensif dan kuat, menyusun undang-undang, dan peraturan baru yang lebih ketat, serta rencana untuk mendidik mereka yang berada dalam sepak bola tentang momok rasialisme.