REPUBLIKA.CO.ID,WASHINGTON -- Kisah heroik dialami mantan striker timnas Turki, Hakan Sukur. Demi menyambung hidup saat ini ia harus menjadi seorang pengemudi daring dan penjual buku setelah dipersekusi oleh presiden dan juga negaranya.
"Saya tidak punya apa-apa lagi, Recep (Erdogan) mengambil segalanya, hak saya untuk kebebasan, kebebasan berekspresi dan hak untuk bekerja," tegas mantan pemain Inter Milan kepada surat kabar Jerman Welt am Sonntag disadur Football Italia, Selasa (14/1).
Hidupnya berubah secara dramatis setelah menyatakan pensiun dari dunia sepak bola, dan beralih memasuki panggung politik serta terpilih menjadi anggota Parlemen. Akan tetapi, pada 2011 Hakan Sukur berselisih dengan Presiden Turki Recep Erdogan.
Alhasil, akibat ketegangan dengan Erdogan, striker yang memiliki postur tubuh hampir menyentuh 2 meter itu harus diasingkan dari negaranya atas tuduhan percobaan kudeta.
Dia pun mengakui diperlakukan sebagai musuh Turki bahkan semua asetnya disita oleh negara. "Sepertinya tidak ada yang bisa menjelaskan apa peran saya dalam kudeta ini seharusnya. Saya tidak pernah melakukan sesuatu yang ilegal, saya bukan pengkhianat atau teroris," sambung dia.
Pria berusia 48 tahun menambahkan apabila dirinya bukanlah musuh bagi negara atau bangsa Turki. Ia sangat mencintai negaranya. "Setelah berpisah dengan Erdogan, saya mulai menerima ancaman. Toko istri saya diserang, anak-anak saya dilecehkan, ayah saya dipenjara."
Sang ayah saat ini menjadi tahanan rumah, setelah dilepas dari penjara usai didagnosis mengalami kanker. Hal yang sama dialami oleh sang ibu.
"Ini sangat sulit untuk keluarga dan semua orang terdekat saya. Saat ini saya pindah ke Amerika Serikat, awalnya mengelola sebuah kafe di California, tetapi orang-orang aneh terus datang ke bar. Sekarang saya mengemudi untuk Uber dan saya menjual buku."
Sukur yang sempat bermain untuk Torino, Parma dan Inter telah mencetak lebih dari 250 gol di level klub selama berkarier. Adapun, 51 gol ia ciptakan saat bermain untuj timnas Turki dari 112 penampilan.
Di sisi lain, Sukur sempat bergabung dengan partai AKP yang dipimpin Erdogan pada 2011, namun keluar dua tahun berselang usai dilaporkan berbeda pendapat dalam visi pun misi untuk negeri berjuluk Transkontinental.