REPUBLIKA.CO.ID, NYON — Federasi Sepak Bola Eropa (UEFA) merilis 11 pemain yang masuk tim terbaik sepanjang 2019. Pemain yang dipilih berdasarkan voting tersebut diisi oleh tujuh wajah baru dan empat muka lama.
Pemain Liverpool mendominasi skuat pilihan terbaik Eropa tersebut. Sebanyak lima pemain the Reds masuk dalam skuat. Alisson Becker mengisi posisi kiper untuk pertama kalinya dalam starting XI terbaik versi UEFA ini. Ia berhasil membawa Liverpool menjuarai Liga Champions di Anfield dan kemudian dipilih jadi kiper terbaik di ajang yang sama untuk musim 2018/2019.
Kiper asal Brasil itu mampu menjaga clean sheet sebanyak 21 kali di Liga Primer Inggris dan membawa Liverpool finis di posisi runner-up. Pemain Liverpool lainnya yang debut adalah Trent Alexander-Arnold. Pemain asal Inggris itu jadi pemain termuda yang tampil dua kali beruntun pada final Liga Champions.
Posisi pemain bertahan lainnya diisi Matthijs de Ligt. Bukan karena ia pindah ke Juventus, melainkan karena penampilan impresifnya bersama Ajax, yang melaju sampai semifinal. De Ligt pun jadi pemain termuda dalam skuat penuh bintang ini.
Apalagi, De Ligt bersanding dengan Virgil van Dijk, yang merupakan pemain terbaik UEFA musim lalu. Pemilihan Van Dijk pun dinilai wajar mengingat tahun ini ia jadi runner-up pemain terbaik FIFA dan Ballon d'Or.
Dominasi Liverpool di barisan pertahanan kian lengkap dengan terpilihnya Andy Robertson untuk posisi bek kiri. Robertson sama dengan Alisson dan Alexander-Arnold yang baru pertama kali masuk tim terbaik UEFA, berkat 13 penampilan apiknya di Liga Champions musim lalu.
Untuk lini tengah, hanya ada dua yang dipilih, yaitu Frenkie De Jong, yang statusnya sama seperti De Ligt, tampil bagus di Ajax dan kini pindah ke Barcelona. De Jong pun baru pertama kali masuk skuat ini.
Frenkie de Jong
Bersama De Jong ada gelandang kreatif Manchester City Kevin De Bruyne. Ia berhasil membawa City meraih treble domestik musim lalu, dan berperan membawa Belgia jadi tim pertama yang lolos ke Piala Eropa 2020. Menariknya, UEFA menetapkan empat striker dalam formasi 4-2-4 ini.
Empat striker itu pun diisi oleh wajah-wajah lama, khususnya Lionel Messi dan Cristiano Ronaldo. Hanya Sadio Mane yang baru pertama kali masuk tim mega bintang Eropa ini.
Messi sudah 11 kali masuk tim terbaik UEFA ini, sementara CR7 sudah 14 kali, karena memang dia menjadi pemain tertua di skuat dengan usianya yang sudah 34 tahun. Bersama mereka ada penyerang subur Bayern Muenchen, Robert Lewandowski, yang mencetak 10 gol musim lalu di Liga Champions.
Sayangnya, pemilihan tim terbaik UEFA 2019 ini diwarnai kontroversi. Sebab, UEFA terkesan memaksakan formasi 4-2-4, yang dinilai hanya untuk mengakomodir Ronaldo. Alasannya memang tak dijelaskan secara gamblang. Sebab, pemain asal Portugal itu berada di posisi keempat dalam pemilihan penyerang, di belakang Messi, Mane dan Lewandowski.
Karena dampak dari dimasukannya Ronaldo adalah UEFA harus mengurangi jatah pemain gelandang, khususnya pemain Chelsea N'Golo Kante. Sehingga pemilihan formasi ini jadi pertanyaan serius soal integritas dari kubu the Blues.
Selain itu, pengumuman pemilihan ini yang seharusnya pekan lalu, harus ditunda karena diisukan terkait manuver Ronaldo. Kabar yang beredar dari internal UEFA menyebutkan, popularitas Ronaldo di level senior dalam organisasi tersebut, membuat formasi berubah, karena Ronaldo ternyata tak masuk tiga besar.
Cristiano Ronaldo
Sayang, ada keengganan memasukan Kante di posisi gelandang, lantaran diduga untuk mengakomodir seseorang agar tetap masuk skuat, meski tak masuk tiga besar.
Juru bicara UEFA menyatakan, kalau pemilihan mantan pemain Real Madrid itu karena perannya membawa Portugal juara Liga Bangsa-Bangsa UEFA. ''Formasi team of the year kali ini ditentukan berdasarkan pemilihan dari fan, sejalan dengan prestasi pemain di kompetisi UEFA,'' kata UEFA, dikutip dari Dailymail, Kamis (16/1).
Hasilnya, lanjut juru bicara UEFA tersebut, ada lima pemain dari pemenang Liga Champions dan empat finalis Liga Bangsa-Bangsa, termasuk satu pemenang. Gelandang Manchester City Bernardo Silva finis di posisi 12, meski masuk skuat Portugal dan sukses bersama the Citizens. Perubahan formasi ini karena hal yang biasa saja, dan tak ada pengecualian apapun.
Itulah mengapa pengumuman sempat ditunda. Padahal, lima kali dalam enam tahun terakhir, UEFA selalu menggunakan formasi 4-3-3, kecuali pada 2017 yang menggunakan formasi 4-4-2.