Sabtu 11 Apr 2020 05:19 WIB

Pentingnya Kualitas Lapangan dalam Sepakbola

Pentingnya kualitas lapangan dalam sepak bola modern.

Rep: Rahmat Fajar/ Red: Agung Sasongko
Bek Liverpool Virgil van Dijk (tengah) mencetak gol ke gawang Manchester United lewat sundulan pada laga lanjutan Liga Primer Inggris di Anfield, Liverpool, Ahad (19/1).
Foto: EPA/Peter Powell
Bek Liverpool Virgil van Dijk (tengah) mencetak gol ke gawang Manchester United lewat sundulan pada laga lanjutan Liga Primer Inggris di Anfield, Liverpool, Ahad (19/1).

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Sulit membayangkan permainan tiki-taka ala Barcelona diterapkan pada lapangan sepak bola berlumpur, bersalju, dan berdebu. Gaya bermain seperti itu pasti tak akan sempurna bahkan nyaris sulit dipraktikkan. Kecepatan aliran bola bakalan mandek atau lebih parah sulit dikontrol.

Mantan pelatih Manchester United, Sir Alex Ferguson pun mengakui kondisi lapangan salah satu penentu bagaimana sebuah tim bermain.  Alhasil evolusi tampilan lapangan sepakbola dari waktu ke waktu alami perubahan dibandingkan puluhan tahun silam dengan menyesuaikan gaya bermain sebuah tim.

"Pertandingan sepakbola papan atas hari ini dimainkan dengan kecepatan yang jauh lebih tinggi daripada 30 tahun yang lalu - sebagian dibantu oleh aturan back-pass, yang diperkenalkan pada 1992. Tetapi sebagian besar karena peningkatan kualitas besar-besaran di lapangan," Ferguson dalam bukunya, dilansir dari situs resmi UEFA, Jumat (10/4).

Perubahan kualitas lapangan turut berpengaruh pada visual. Pada liga-liga top Eropa, penggemar dapat menyaksikan permukaan lapangan yang hijau dan subur seperti karpet tak peduli cuaca dan waktu. "Ini telah memberi para pemain hari ini panggung-panggung spektakuler untuk tampil. Alhasil, saya ingin bertaruh para pemain hari ini berlari 15 persen lebih banyak daripada mereka yang muncul pada 1960-an," kata pria Skotlandia itu.

Manajer lapangan milik Paris Saint-Germain (PSG), Jonathan Calderwood berpandangan sama dengan Ferguson. Menurut dia, dulu, orang-orang yang mengurusi lapangan hanya memikirkan bagaimana lapangan siap sebaik mungkin untuk digelar pertandingan. Hal tersebut berbeda dengan era sekarang di mana kondisi lapangan secara keseluruhan harus berdampak kepada permainan dan keselamatan pemain. Para manajer lapangan harus memberikan jenis lapangan yang diinginkan pelatih demi keinginan pola permainan yang akan diterapkan.

“Kita bicara soal kesiapan lapangan, seberapa banyak air, ketinggian rumput, seberapa keras dan lembutnya traksi di lapangan. Lalu bagaimana pemain menerapkan strategi yang disiapkan pelatih,”katanya. 

Pelatih legendaries Liverpool, Bill Shankly termasuk yang memperhatikan kualitas lapangan. Terbukti, salah satu masukannya adalah fasilitas penyiraman air lapangan di Anfield ketika musim dingin. Saat itu, Anfield belum mempunyai alat tersebut. Biasanya Liverpool menggunakan tungku dan api untuk melelehkan es di lapangan. Evolusi pun kembali terjadi. Setiap klub menginginkan kondisi lapangan yang ramah dengan kondisi cuaca. Lahirlah lapangan sintesis. Lapangan jenis ini masuk ke Inggris pada 1980-an. Queens Park Rangers (QPR) dan Luton Town adalah tim pertama yang menggunakan lapangan sintesis di Liga Eropa waktu itu. Oldham Athletic dan Preston North End  kemudian mengikuti jejak QPR dan Luton Town.

Pada tahun 2003, UEFA meluncurkan proyek  Artificial Turf di Liga Champions dan Kualifikasi PIala DUnia.  Stadion Parc des Princes, Paris misalnua, menggunakan Pitc Desso Grassmaster dengan kandungan serat polypropylene plastik yaitu 3 persen.  

"Ada 180 mm di antaranya di bawah permukaan dan 20 mm di atas permukaan. Jadi seluruh serat sintetis panjangnya 200 mm, dan itu dijahit setiap 2 cm terpisah. Itu membuatnya menjadi lapangan yang diperkuat dengan akar rumput alami tumbuh di sekitar serat sintetis ini," tuturnya. N Agung Sasongko

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement