Kamis 04 Jun 2020 17:44 WIB

Gagasan-gagasan Jitu Boateng untuk Hormati Mendiang Floyd

Perlawanan terhadap rasialisme jangan hanya saat ada kejadian saja.

Rep: Frederikus Bata/ Red: Gilang Akbar Prambadi
 Orang-orang terus berkumpul di dekat persimpangan ke-38 dan Chicago di depan Cup Foods di tempat di mana George Floyd ditangkap dan yang kemudian meninggal dalam tahanan polisi, di Minneapolis, Minnesota, AS, 03 Juni 2020. Video pengamat diposting secara online di 25 Mei, tunjukkan George Floyd, 46, memohon kepada petugas yang menangkap bahwa dia tidak bisa bernapas ketika seorang petugas berlutut di lehernya
Foto: EPA-EFE/CRAIG LASSIG
Orang-orang terus berkumpul di dekat persimpangan ke-38 dan Chicago di depan Cup Foods di tempat di mana George Floyd ditangkap dan yang kemudian meninggal dalam tahanan polisi, di Minneapolis, Minnesota, AS, 03 Juni 2020. Video pengamat diposting secara online di 25 Mei, tunjukkan George Floyd, 46, memohon kepada petugas yang menangkap bahwa dia tidak bisa bernapas ketika seorang petugas berlutut di lehernya

REPUBLIKA.CO.ID, ISTANBUL -- Gelombang perlawanan terhadap perilaku rasisme terus bermunculan. Insiden George Floyd, pria kulit hitam yang tewas setelah ditahan polisi Amerika Serikat, memantik hal itu.

Tokoh dari berbagai kalangan turut bersuara. Tak terkecuali pelaku sepak bola. Pemain berdarah campuran Jerman-Ghana, Kevin Prince Boateng meminta rekan-rekan seprofesinya lebih keras menentang ketidakadilan ini.

Terlepas dari apa yang menimpa Floyd, pelecehan warna kulit sering terjadi di lapangan hijau. Boateng sendiri pernah mengalaminya. Pada 2013 lalu ia dilecehkan. Saat itu ia membela AC Milan dalam sebuah pertandingan persahabatan di Italia.

Sejak momen tersebut, Boateng sangat vokal mengkampanyekan anti-rasisme dalam olahraga. Kematian Floyd kembali membakar semangat jugador Fiorentina yang dipinjamkan ke Besiktas itu.

Dalam sebuah wawancara dengan Sky Sports, Boateng menyatakan, beberapa poin. Pertama, masyarakat harus pro aktif menentang rasialisem, bukan cuma reaktif di hari kejadian. Kedua, ia merasa beberapa pemain takut untuk berbicara. Ketiga menurutnya, rasialisma perlu diajarkan di sekolah.

Keempat, ia menyarankan ada hari khusus untuk menghormati George Floyd. Pada momen tersebut, para pemain kulit hitam sejenak berhenti beraktivitas. Kelima ia mendesak para pesepak bola untuk meninggalkan lapangan jika mendapat pelecehan.

"Ini situasi yang sulit. Selain sedih, saya marah. Menyakitkan saat kembali merasakan hal yang sama. Sangat sulit bagi saya saat ini," ujar Boateng, dikutip dari Sky Sports, Kamis (4/6).

Bagaimana sepak bola melihat hal ini? Ia memuji sikap simpati yang ditunjukkan Liverpool. Para penggawa the Reds berlutut di lingkaran di tengah lapangan dekat titik kick off. Itu sebagai bentuk dukungan pada gerakan 'Black Lives Matter'. Boateng merasa tindakan the Reds awal yang baik untuk kembali memerangi perilaku rasialisme.

Namun secara umum, menurutnya belum banyak yang dilakukan penggiat olahraga ini. Selanjutnya ia merasa pelajaran mengenai dampak dan musabab dari rasialisme perlu diajarkan di sekolah. Sebab para pelaku, menurutnya sebenarnya tidak memahami apa yang mereka lakukan.

"Kita harus mendidik anak-anak. Itu masalah terbesar," ujar Boateng.

Ia mengaku sering mengalami 'ketidakadilan' bahkan di luar pertandingan. Beberapa kali ia ditahan polisi tanpa sebab. Boateng meminta semua pihak melawan rasialisme. Ia tak ingin insiden Floyd dilupakan dalam sepekan.

"Ini bukan hanya sebuah diskusi. Jika kita ingin mengubah sesuatu, kita harus mengambil langkah besar," ujar pesepakbola 33 tahun itu menegaskan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement