REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Fitriyanto *)
Pergi pagi pulang malam, kerap dilakoni Dodi Yuniarso yang berprofesi sebagai wasit basket. Dengan modal utama sebuah peluit, Dodi kerap berpindah dari satu lapangan basket ke lapangan basket lainnya khususnya di daerah Banten.
Namun saat pandemi Covid-19 menyerang, semua aktivitas banyak dihentikan. Termasuk tentu saja pertandingan basket. Sontak peluit Dodi tidak lagi bisa disemprit.
Pria kelahiran 5 Juni 1979 ini pun tak lagi punya pemasukan mulai bulan Maret hingga setidaknya bulan Juni 2020. Pasalnya, profesi wasit memang tidak memiliki gaji bulanan. Wasit dibayar hanya kalau meniup peluit memimpin laga baik resmi maupun uji coba.
"Kalau kondisi normal saya bisa niup dari pagi sampai malam. Biasanya tugas dari Perbasi niup pertandingan pagi sampai sore. Sedangkan Sore hingga malam saya biasa niup laga uji coba. Tapi setelah Covid-19 praktis tidak ada pertandingan, karena semua takut main basket. Paling baru mulai lagi bulan Juni, itu pun satu pekan sekali sudah bagus," ujar Dodi ketika berbincang dengan Republika.co.id, Ahad (7/11).
Meski sama sekali tidak ada pemasukan, lanjut Dodi, ia beruntung masih punya simpanan. Ia juga masih tinggal dengan orang tua. "Masih lajang juga, jadi tidak terlalu pusing. Hanya saja saya yang biasanya bisa kasih uang ke orang tua, jadi tidak bisa. Bahkan harus mengandalkan orang tua dengan uang pensiunan untuk makan sehari-hari."
Untuk menambah pemasukan, penyuka kuliner bakmi jowo ini mengaku membuka usaha berjualan es duren dan aneka minuman di kediamannya di kawasan Pejaten Barat. Namun itu tidak berlangsung lama. Pasalny, ia akhirnya ditakdirkan terpapar Covid-19. Tepatnya di pertengahan September virus asal Wuhan, China ini menulari Dodi dan keluarga satu rumah yang berjumlah lima orang. Usaha berjualan pun ikut terhenti, bahkan baru akan dibuka lagi Januari 2021 nanti.
"Dari Lima orang, hanya dua yang benar-benar sakit dan harus masuk rumah sakit adalah saya dan kakak ipar saya. Sedangkan tiga orang lainnya hanya berstatus orang tanpa gejala (OTG) yang dibawa ke Wisma Atlet, Kemayoran, dan dirawat di sana sekitar 16 hari," jelas Dodi.
Menurut Dodi, awal mula yang terkena adalah kakak iparnya dengan gejala batuk. Sang kakak ipar memang masih kerja dan berinteraksi di luar rumah. Tetapi tidak diketahui dimana terpaparnya. "Saya juga sebenarnya tidak pernah berbicara berhadapan dengan kakak ipar jadi kemungkinan penularan bukan dari cipratan ludah. Mungkin terbawa oleh angin dan mengenai saya atau dari alat makan," jelasnya.
Kondisi Dodi saat itu memang sedang drop. Ia sedang ikut proyek syuting pembuatan film yang berhubungan dengan basket. "Sehingga kerja pagi bahkan sampai pagi lagi. Nah dalam kondisi itu saya terpapar, tubuh tidak mampu melawan demam. Terbukti tiga orang yang tinggal satu rumah hanya berstatus OTG."
Dodi dirawat di rumah sakit mulai 19 September sampai 6 Oktober 2020. Sebelumnya, ia mengalami gejala demam tinggi. Indra penciuman dan pengecapnya juga tidak berfungsi. "Mohon maaf saat buat air besar, sama sekali tidak mencium baunya. Saya kemudian periksa awalnya di puskesmas, kemudahan setelah tes usap dinyatakan positif," tuturnya.
Keluarga Dodi langsung lapor kepala RT setempat. Ia pun harus masuk rumah sakit. "Ada rasa lega akhirnya dirawat dan diketahui ternyata terpapar Covid-19. Karena sebelumnya saya bingung sakit demam tidak sembuh-sembuh. Di rumah sakit mendapatkan pelayanan baik. Dalam ruangan yang seharusnya untuk enam pasien hanya diisi oleh tiga pasien," ujarnya.
Dodi menambahkan, dalam satu ruangan tersebut berbeda-beda gejalanya. "Ada yang batuk, kalau saya yang diserang bukan paru-paru jadi sama sekali tidak ada batuk. Tapi saya dehidrasi, tidak pernah keluar keringat, tidak ada cairan di mulut. Jadi kalau makan saya harus diselingi minum supaya ada cairan."
Sungguh sangat tidak enak terkena Covid-19. Dodi merasa otaknya juga sepertinya terserang. Di hari kedua masuk rumah sakit, ia sama sekali tidak bisa tidur.
"Ada sepekan saya tidak tidur. Padahal saya sudah rileks. Demam tidak beraturan, kadang juga kejang, bahkan saya pernah kejang dari ujung kaki hingga pangkal paha dan rasanya dingin, katanya seperti orang mau mati," ucap Dodi. "Saya sempat takut, tapi kemudian saya terus berzikir. Saya juga seperti orang tua yang linglung. Tidak ingat, bahkan saat saya di tes usap terakhir di rumah sakit saya juga tidak ingat."
Setelah tes terakhir hasilnya masih positif, Dodi sudah diperbolehkan pulang. Ia melakukan isolasi mandiri di rumah. "Karena memang kondisinya sudah membaik. Akhirnya Alhamdulillah saya sembuh," jelasnya.
Selama dirawat dan juga karantina mandiri di rumah, para tetangga khawatir dan menghindari keluarga Dodi. Misalnya saat ibu Dodi belanja sayuran, walaupun pakai masker, tukang sayur tidak berani menerima uang secara langsung. "Kemudian saya juga untuk ibadah shslat Jumat lebih memilih masjid yang lebih jauh. Untuk menghindari saja, sedangkan shalat lima waktu saya memilih di rumah saja," terangnya.
Dukungan datang dari RT setempat berupa bantuan makanan dan juga finansial. "Setelah satu rumah terkena Covid-19, kami menjadi semakin proteksi. Sebelumnya memang sudah menerapkan 3M (memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan)."
Menurut Dodi, sebenarnya 3M sudah baik untuk menangkal Covid-19. Sayang banyak masyarakat yang masih abai, mungkin karena belum kena. "Kami yang sudah terpapar kini semakin disiplin bahkan lebih protektif, misalnya sebelum masuk selalu disemprot disinfektan baik tubuh maupun tas. Sedangkan pakaian langsung direndam di air sabun. Kami sendiri langsung mandi," kata dia.
Kini setelah lebih satu bulan keluar dari rumah sakit dan dinyatakan sembuh, Dodi sudah mulai beraktivitas kembali. "Sudah mulai niup lagi, karena itu untuk menjaga ilmu wasit saya. Kalau lama tidak niup nanti bisa hilang karena butuh praktik terus diasah. Sekalian juga buat saya olahraga, karena untuk main basket saya belum diizinkan orangtua."
Alasannya, bermain basket tidak bisa menghindari body contact. "Jadi untuk jaga-jaga saja. Karena orang tua ada asma. Jangan sampai pulang ke rumah membawa virus Covid-19, lalu menularkan ke orang rumah. Kalau kondisi sehat bugar mungkin tidak masalah terpapar Covid-19. Yang khawatir kena kepada orang yang sakit, seperti saya bilang saya kena saat sedang drop."
Tak lupa Dodi mengucapkan terima kasih kepada tenaga medis. Selama penangananan tenaga medis sudah baik dan profesional. Ia justru merasa kasihan dengan tenaga medis. "Saat pasien sakit kan seperti orang manja, minta perhatian. Tenaga medis yang jumlahnya terbatas, walau dengan pakaian alat pelindung diri (APD) tetap melayani dengan baik. Semoga orang semakin peduli dengan bahaya Covid-19," pungkasnya.
*) jurnalis Republika