REPUBLIKA.CO.ID, MILAN -- Sebagai mantan pesepak bola profesional, Kaka pernah merasakan puncak kejayaan. Sosok bernama lengkap Ricardo Izecson dos Santos Leite ini mengaku mengalami hal itu pada 2007 silam.
Saat itu ia nyaris memenangkan segalanya bersama AC Milan. Di level tim, ia mendapatkan trofi Liga Champions, juga Piala Dunia antar klub.
Kemudian dari sisi individu, pada tahun itu, ia meraih Ballon d'Or juga pemain terbaik FIFA. "Saya pikir 2007 adalah puncak karir saya," ujar sosok yang kini berusia 38 tahun, dikutip dari Sky Sports, Kamis (10/12).
Oleh karenanya ia merasa berhutang budi kepada para rekan setimnya di Rossoneri. Kaka yang berperan sebagai gelandang serang dibantu oleh sederet jugador kelas wahid.
Saat itu Andre Pirlo berstatus playmaker alias otak permainan tim. Kemudian Clarence Seedorf di sayap kiri, juga Filipo Inzaghi di pos ujung tombak.
Di area pertahanan, ada Paolo Maldini, serta Alessandro Nesta. Kaka merasa berada di grup berisikan orang-orang super.
Para pemain yang hanya tidak hanya unggul secara kualitas tapi juga bermental juara. Menurutnya ada banyak pemimpin di kamar ganti Milan di eranya.
"Tidak ada keangkuhan. Semua orang ingin menang, tidak peduli siapa yang mencetak gol. Kami juga memiliki pelatih luar biasa dalam diri Carlo Ancelotti," tutur Kaka, mengenang masa-masa indahnya di Rossoneri.
Ia mengaku banyak belajar dari semua pelatih yang pernah membesutnya. Namun, Ancelotti ada di tempat tersendiri. Menurutnya, Don Carlo bisa membuatnya mengeluarkan potensi terbaik.
Ia menyukai arsitek Italia itu lebih dari sekadar perkara teknis. Kaka melihat Carlo sangat piawai dalam urusan manajemen manusia.
"Tentu saja, dia juga sangat bagus dalam hal taktik dan memahami pertandingan. Tapi yang paling mengesankan dari dia, menurut saya adalah kemampuanya untuk mengelola para pemain," ujar Kaka, menyanjung Carletto.