REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ole Gunnar Solskjaer paham betul ketika memutuskan meminang Edinson Cavani musim panas lalu. "Kami membutuhkan lebih banyak pencetak gol, lebih banyak gol, seseorang yang ingin mematahkan hidung atau jari kaki untuk mencetak gol," kata Solskjaer pada Januari 2020 lalu.
Target impiannya sejatinya bukan Edinson Cavani melainkan Erling Haaland. Banyak yang menilai kehadiran Cavani mencerminkan rasa frustasi Solskjaer yang belum juga mendapatkan amunisi kelas wahid di lini depan United.
Tak heran, banyak kritik melayang ke penyerang asal Uruguay itu. Cavani dinilai tidak cocok dengan gaya bermain United dan usianya yang mendekati akhir karir profesionalnya di Eropa. Namun, mereka yang menganggap remeh Cavani dibuat tercengang dengan pencapaian striker gaek tersebut.
Tujuh gol di semua kompetisi musim ini merupakan hasil yang mengagumkan bagi pemain berusia 34 tahun itu. Mantan pemain PSG itu pun didaulat sebagai bukti efektivitas United di bursa transfer.
Kini, nasib Cavani seolah mendekati akhir. Banyak yang menyarankannya untuk kembali ke Amerika Selatan. Saran ini juga diutarakan sang ayah. Asisten pelatih Uruguay, Mario Rebollo yang menjadi kolega dekat keluarga Cavani juga menyarankan hal yang sama.
Ironisnya, United tidak memberikan kesempatan untuk membuktikan kemampuannya sedari awal. Lima bulan bermain untuk United, Cavani telah memperlihatkan betapa pentingnya posisi nomor sembilan bagi United.
Kerangka tim yang dibangun Solskjaer menyisakan posisi yang kosong pada nomor sembilan. Pengalaman Cavani jelas dibutuhkan namun sedikit terlambat. Sudah waktunya bagi kedua belah pihak membahas kesempatan itu.