Jumat 23 Jul 2021 00:02 WIB

Evra: Klub Sepak Bola Harus Didik Penggemar Soal Rasisme

Tiga pemain Inggris jadi sasaran pelecehan rasialis online setelah final Euro 2020.

Patrice Evra berbicara soal rasisme.
Foto: EPA/GUILLAUME HORCAJUELO
Patrice Evra berbicara soal rasisme.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan bek Prancis Patrice Evra mengatakan klub sepak bola harus berinteraksi dengan penggemar untuk mendidik mereka tentang rasisme. Hal itu disampaikan setelah pemain kulit hitam di tim Inggris menjadi sasaran pelecehan rasialis online usai kekalahan di final Euro 2020.

Marcus Rashford, Jadon Sancho, dan Bukayo Saka menjadi sasaran pelecehan saat mereka gagal mengeksekusi penalti dalam kekalahan 2-3 Inggris dari Italia, setelah pertandingan berakhir 1-1 usai perpanjangan waktu. Pelecehan itu mendapat kecaman luas mulai dari kapten, manajer, bangsawan, pemimpin agama, dan politisi Inggris. Sementara itu, Perdana Menteri Boris Johnson mendesak perusahaan media sosial berbuat lebih banyak untuk mengatasi penyalahgunaan online yang muncul dari ruang gelap internet. 

Baca Juga

Evra mengatakan kepada Sky Sports bahwa pendidikan adalah kunci untuk mengatasi masalah lama tersebut. "Jika kita tidak melakukan sesuatu, rasisme akan selalu ada karena hal tersebut sudah ada selama bertahun-tahun. Anda tahu kita perlu berubah dan karena itulah mengapa pendidikan menjadi sangat penting," kata Evra, dikutip dari Reuters, Kamis.

Ia menginginkan orang-orang di klub berinvestasi dalam pendidikan, bertemu dan berbicara kepada penggemar. Mereka kemudian mengatakan apa yang mereka rasakan ketika mereka dilecehkan karena warna kulit mereka.

"Jangan bilang klub sepak bola tidak bisa melakukan itu. FIFA atau UEFA harus lebih banyak melakukan pertemuan dengan fan sehingga mereka mengerti ketika mereka berbicara tidak pantas kepada pemain berkulit hitam saat mendapatkan bola, bagaimana hal tersebut memengaruhi mereka. Itu sangat penting," kata Evra.

Penyalahgunaan online terhadap pemain menyebabkan otoritas sepak bola Inggris memboikot platform media sosial sebelum Euro. Di sisi lain, Inggris tengah merencanakan pembuatan undang-undang untuk memaksa perusahaan teknologi bertindak lebih banyak. Seorang juru bicara Twitter pekan lalu mengatakan mereka telah menghapus lebih dari 1.000 postingan dan secara permanen menangguhkan sejumlah akun. Facebook juga mengatakan mereka telah menghapus komentar kasar.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement