REPUBLIKA.CO.ID, Pada 23 Oktober 2021 lalu, Juventus mendapat hasil memalukan. Bertamu ke markas Chelsea, gawang Juve dilubangi empat kali tanpa balas.
Sepanjang 90 menit di Stamford Bridge, lini belakang Bianconeri jadi bulan-bulanan serangan lawan. Penggawa the Blues melepaskan 21 tembakan, dengan delapan di antaranya tepat sasaran. Sementara si Nyonya Tua, cuma memiliki dua shots on target.
Reaksi bermunculan, menyikapi performa buruk pasukan hitam putih pada matchday kelima Grup H Liga Champions di kota London itu. Media Italia, Gazzetta dello Sport menuliskan, fakta demikian, menjadi pelajaran berharga untuk Massimiliano Allegri. Legenda hidup Raksasa Turin, Allesandro del Piero merasa para juniornya mendapat pukulan telak.
Pelatih kenamaan negeri Spaghetti, Fabio Capello memiliki pandangan serupa Gazzetta. Ia melihat tim-tim Inggris bermain dengan kecepatan tinggi di lini depan. Cara tersebut menjadi gaya khas Liverpool. Kemudian Chelsea, menurutnya membangun serangan dengan nyamannya dari lini belakang.
"Itu dua tim yang dilatih orang Jerman. Mungkin kami perlu belajar dari mereka. Jika kami tidak berubah dengan cepat, maka kami akan kesulitan melawan tim-tim ini," kata Capello, kepada Sky, dikutip dari laman resmi UEFA, beberapa pekan lalu.
Pemandangan di Stamford Bridge, bak hasil dari akumulasi performa buruk Juventus, sepanjang musim 2021/22 bergulir. Sedari awal, Juve mengalami masalah inkonsistensi. Bahkan ketika menang, Bianconeri belum menunjukkan aksi meyakinkan.
Si Nyonya Tua sempat mengalahkan beberapa tim hebat seperti AS Roma, Chelsea pada pertemuan pertama di Turin, juga Fiorentina, dan lain-lain. Namun sepanjang 90 menit, pasukan Hitam-Putih lebih banyak berada di bawah tekanan lawan. Mereka belum benar-benar menunjukkan kinerja impresif berujung kemenangan.
Sekembalinya dari kota London, Juventus meladeni ketangguhan Atalanta di Turin. Sepertinya Allegri mulai belajar sesuatu yang baru. Tidak biasanya Juve dominan bertemu La Dea dalam beberapa tahun terakhir.
Kali ini, Bianconeri berhasil mengusai bola hingga nyaris 60 persen. Paulo Dybala dan rekan-rekan juga mengoleksi total 15 tembakan. Sementara penggawa La Dea cuma memiliki tujuh peluang.
Hasil akhir belum berpihak pada Raksasa Turin. Tampil di kandang sendiri, mereka kalah 0-1 dari kubu tamu. Rentetan kekalahan dari Chelsea dan juga Atalanta membuat Allegri berpikir keras.
Benar bahwa timnya sudah lebih menebar ancaman melawan klub yang identik dengan permainan menyerang. Tapi itu juga dikarenakan Juventus dalam posisi mengejar ketertinggalan. Mau tidak mau, Rodrigo Bentancur dkk harus aktif mendekati pertahanan lawan.
Terlihat dengan formasi klasik 4-4-2, Allegri kesulitan membuat timnya tampil menekan secara konsisten. Ia lantas membuat perubahan. Dimulai dari duel melawan tuan rumah Salernitana.
Saat itu Juventus menang 2-0 atas I Granata. Juve menguasai bola sebanyak 73,9 persen. Jelas, ini merupakan pemandangan tak biasa, meski lawan yang dihadapi berstatus juru kunci di Serie A.
Bianconeri sampai melepaskan 18 tembakan, dengan tujuh di antaranya tepat sasaran. Salernitana tak memiliki satu pun peluang emas. Allegri membuat timnya mendominasi tanpa kecolongan serangan balik.
Apa rahasianya? Seperti sudah disinggung di atas, ia melakukan perubahan formasi. Pakem 4-4-2 ia tinggalkan. Ia mulai mencoba 4-2-3-1.
Dengan format seperti ini, ia hanya menempatkan dua gelandang tengah. Porsi terbanyak diisi oleh pemain-pemain bernaluri menyerang seperti Federico Bernardeschi, Dybala, juga Dejan Kulusevski. Masih ada Federico Chiesa yang saat ini sedang mengalami cedera.
Beberapa sosok tersebut menjadi kunci formasi terbaru Allegri. Mereka mendukung penyerang tengah baik itu Alvaro Morata maupun Moise Kean. Bahasa lainnya, sang arsitek menempatkan sesuatu pada tempatnya.
Jugador bertubuh kecil seperti Dybala yang memiliki kelebihan dari sisi kualitas teknis, dibiarkan mendekati pertahanan lawan. Bayangkan jika Chiesa sembuh pada waktunya. Saat bersama tim nasional Italia, ia sulit dihentikan ketika diminta lebih fokus menyerang.
Secara garis besar, Allegri sudah menemukan apa yang seharusnya ia lakukan, dengan amunisi Juventus saat ini. Ia tidak harus menumpuk starting xi timnya dengan para gelandang tengah. Tapi lebih membiarkan pemain-pemain lincah, yang gemar melakukan penetrasi, unjuk gigi sejak menit pertama.
Ini merupakan salah satu karakteristik sepak bola modern. Tak heran jika saat melawan Genoa, allenatore kelahiran Livorno mempertahankan formasi 4-2-3-1. Duel giornata ke-16 Serie A di Stadion Allianz, Turin, Senin (6/12) dini hari WIB, dimenangkan Juventus dengan skor 2-0.
Statistik menunjukkan Bianconeri menguasai bola hingga 70 persen. Si Nyonya Tua sampai melepaskan 27 tembakan, dengan 12 di antaranya tepat sasaran. Sementara kubu tamu tak sekali pun memiliki peluang.
Allegri sudah bertindak tepat. Ia mengubah apa yang harus diubah. Ia memaksimakan potensi amunisinya dengan segala keterbatasan.
Pekerjaan rumah selanjutnya, ada di pundak pemain. Bayangkan, saat mengoleksi 27 tembakan, Juventus hanya bisa mencetak dua gol. Berkali-kali Morata, Dybala, dan Bernardeschi membuang-buang peluang emas di depan mata.
"Saya menikmati menonton tim bermain malam ini, seperti yang saya lakukan di pertandingan lain, bahkan ketika kami kalah. Sudah pasti, kami perlu membenahi efektivitas kami di depan gawang," tutur Allegri.