Senin 20 Dec 2021 06:40 WIB

Jangan Biarkan Angkat Besi Dicoret dari Olimpiade

Angkat besi adalah cabor langganan penyumbang medali bagi Tanah Air.

Rep: Afrizal Rosikhul Ilmi/ Red: Gilang Akbar Prambadi
Petugas menyiapkan peralatan angkat besi pada kelas di atas 109 kg putra PON Papua di Auditorium Universitas Cenderawasih, Kota Jayapura, Papua, beberapa waktu lalu.
Foto: ANTARA/FAUZAN
Petugas menyiapkan peralatan angkat besi pada kelas di atas 109 kg putra PON Papua di Auditorium Universitas Cenderawasih, Kota Jayapura, Papua, beberapa waktu lalu.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Afrizal Rosikhul Ilmi, Reporter Republika

Baru-baru ini, tersiar kabar Komite Olimpiade Internasional (IOC) tidak akan menyertakan cabang olahraga (cabor) angkat besi dalam daftar 28 cabor yang diajukan pada Olimpiade Los Angeles 2028. Keputusan IOC ini didasarkan pada maraknya kasus doping dan skandal korupsi yang terjadi di induk organisasi angkat besi dunia, IWF. 

Ini tentu menjadi ancaman serius bagi para atlet dan negara seperti Indonesia, yang memegang tradisi medali Olimpiade dari angkat besi. Sejarah mencatat, selain dari cabor bulu tangkis, angkat besi secara konsisten menjadi lumbung medali bagi Indonesia, meskipun sampai saat ini belum ada yang berhasil meraih medali emas. 

Total 12 medali yang terdiri atas enam perak dan medali perunggu dipersembahkan lifter Tanah Air sejak Olimpiade Sydney 2000. Di sisi lain, angkat besi menjadi salah satu cabor prioritas dalam Desain Besar Olahraga Nasional yang tengah digaungkan oleh Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora). 

Prestasi angkat besi pun diharapkan bisa terjaga untuk membawa Indonesia mencapai target peringkat lima besar di Olimpiade pada 2044. Sebab itu, Indonesia harus benar-benar berjuang dengan segala cara agar angkat besi tidak dicoret dari daftar Olimpiade. 

Indonesia melalui Kemenpora, Komite Olimpiade Indonesia (KOI/NOC Indonesia), juga Persatuan Angkat Besi Seluruh Indonesia (PABSI) tentu harus terlibat aktif membangun hubungan diplomatik dengan IWF, federasi angkat besi dari berbagai negara, dan para pihak terkait untuk bekerjasama mempertahankan angkat besi sebagai cabor resmi Olimpiade. Itu karena, ini belum menjadi keputusan resmi dan masih merupakan peringatan dari Presiden IOC, Thomas Bach. 

Melalui pernyataannya, Bach masih memberikan waktu 18 bulan kepada tiga cabor yang terancam dihapus (termasuk tinju dan pentathlon) untuk meyakinkan dewan eksekutif IOC pada pertemuan tahunan anggota IOC di tahun 2023. 

Jika ditelusuri, memang benar ada masalah manajemen akut di tubuh IWF selama bertahun-tahun ke belakang. Sebuah penyelidikan terhadap IWF pada Juni 2020, menemukan kasus korupsi yang meluas dan puluhan tes obat terlarang yang ditutup-tutupi di masa kepemimpinan Tamas Ajan sejak 2000 hingga 2020. 

Ancaman penghapusan cabor angkat besi oleh IOC ini, seharusnya bisa menyadarkan para penerus estafet kepemimpinan IWF agar mereka memperbaiki budaya kepengurusan dalam organisasi tersebut. Indonesia juga harus bisa mengajak pihak-pihak terkait untuk mendorong IWF melakukan pembenahan secara internal. 

Kejuaraan Dunia Angkat Besi 2021 yang dihelat di Tashkent, Uzbekistan kemarin seharusnya bisa dimanfaatkan oleh organisasi angkat besi dari berbagai negara untuk "menghimpun kekuatan" menghadapi IOC. Setelah itu mereka perlu bekerja sama meyakinkan IOC di rapat keanggotaan pada 2023 mendatang. 

Seharusnya masalah ini bisa diatasi dengan mudah jika semua pihak mau bekerja sama. Pasalnya, IOC juga tidak bisa seenaknya mencoret Cabor apapun dari olimpiade karena olimpiade adalah milik masyarakat dunia, dan mencoret angkat besi dari Olimpiade bukanlah keputusan yang bisa dibenarkan. 

Selain itu, terkait kewajiban mentaati aturan anti-doping, itu seharusnya bukan merupakan hal sulit karena semua atlet dari cabor lain juga berdiri di bawah aturan yang sama dan IWF sudah mempresentasikan kebijakan mereka dalam memerangi doping kepada IOC dalam pertemuan di Thailand beberapa waktu lalu. 

Mulai saat ini hingga pertemuan tahunan anggota IOC pada 2023 mendatang, semua pihak perlu menunjukkan keseriusan dan merebut kembali kepercayaan dari dewan eksekutif IOC bahwa mereka telah membuat berbagai perubahan pada tata kelola dan budaya organisasi olahraga.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement