REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah media asing ikut menyoroti kejadian di Kabupaten Malang, Jawa Timur. Ini sehubungan dengan peristiwa meninggalnya ratusan suporter Arema FC setelah duel Singo Edan menghadapi Persebaya di Stadion Kanjuruhan, Sabtu (1/10/2022) malam.
Singo Edan kalah 2-3 dari Bajul Ijo. Hasil ini menimbulkan ketidakpuasan di kalangan penggemar tuan rumah. Setelahnya kekacauan terjadi.
Media irishexaminer.com menuliskan tentang berjubelnya penonton di dalam stadion. Kemudian aksi polisi yang menembakkan gas air mata untuk menghalau kerusahan. Kerusuhan juga menyebar ke luar stadion.
Dalam tulisan media tersebut, tragedi di Kanjuruhan menjadi salah satu peristiwa paling mengenaskan dalam dunia olahraga. Reuters turut melaporkan tragedi ini. Menurut media tersebut, massa yang bergejolak dan melakukan aksi kekerasan sudah lama menjadi ciri khas sepak bola Indonesia.
"Antara 1994 hingga 2019, 74 penggemar sepak bola meninggal. Itu catatan Australian Broadcasting Corp. Pada 2018, Persib Bandung mendapat hukuman setelah suporternya menjadi penyebab kematian seorang penggemar Persija," demikian laporan Reuters, berisi keterangan lain seputar noda hitam sepak bola Tanah Air.
Reuters menyebut sepak bola merupakan olahraga paling populer di Indonesia. Berikutnya China.org ikut menuliskan kejadian di Malang. Media asal negeri Tirai Bambu ini fokus pada instruksi Presiden Joko Widido untuk mengusut tuntas peristiwa tersebut.
Koordinator Save Our Soccer (SOS) Akmal Marhali melihat banyak terjadi pelanggaran sehubungan dengan kejadian itu. Baik dari aspek prosedural, maupun dari sisi regulasi statuta FIFA.
Ia menjelaskan, secara prosedur, Panitia Pelaksana (Panpel) mencetak tiket pertandingan sampai 45 ribu lembar, Itu melebihi kapasitas arena. Apalagi setelah berkoordinasi dengan pihak keamanan, oleh Polisi, Panpel laga tersebut hanya diperbolehkan mencetak 25 ribu tiket.
Kemudian, terkait dengan pelanggaran regulasi statuta FIFA. Pasal 19 B mengatur senjata api dan gas air mata tidak boleh dipakai polisi saat mengamankan pertandingan di stadion.
Dalam catatannya, Akmal menilai apa yang terjadi di Kanjuruhan merupakan tragedi terdahsyat di dunia sepak bola. Jumlah korbannya melebihi tragedi Heysel dan Hillsborough di Eropa.