REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri BUMN yang juga tokoh olahraga nasional Erick Thohirberbicara tentang peluang Indonesia mengikuti bidding tuan rumah Piala Dunia, mengikuti jejak negara Asia yang pernah menjadi tuan rumah edisi sebelumnya.
Menurut Erick, apabila Indonesia ingin mengikuti bidding tuan rumah Piala Dunia maka segalanya harus segera dipersiapkan, terutama pembinaan tim nasional.
Sementara itu dari sisi anggaran, pria yang juga merupakan Anggota Komite Olimpiade Internasional (IOC) itu mengatakan tak perlu khawatir karena dana pasti tersedia apalagi Indonesia diproyeksikan menjadi negara dengan ekonomi terbesar keempat dunia pada 2045.
Setelah Qatar 2022, Piala Dunia FIFA 2026 akan digelar di tiga negara yaitu Kanada, Meksiko, Amerika Serikat. Sementara tuan rumah edisi 2040 baru akan diumumkan pada 2024.
"Kesiapan ada. Dana juga ada. Bukan pemborosan, tapi dana ada? Kemarin Pak Jokowi mengajukan Ibu Kota Negara (IKN) bidding tuan rumah Olimpiade 2036. Kita akan mempunyai ibu kota baru, fasilitas yang makin bagus. Ekonomi kita masuk empat terbesar pada 2045. Jadi uangnya ada kok sebenarnya asal jangan dikorupsi. Jadi apabila 2040 Indonesia ikut bidding Piala Dunia bukan tidak mungkin," ujar Erick.
Namun, Erick menekankan meski secara infrastruktur dan dana siap, tapi jika prestasi tim nasional masih jauh maka akan sangat sulit bagi Indonesia untuk maju dan memenangi bidding tuan rumah.
"Tapi sekarang yang paling krusial adalah timnasnya. Kami juga tidak mau menjadi tuan rumah tapi kalah sampai 0-7 di pertandingan pertama," tutur mantan Presiden Inter Milan itu.
Dia menyinggung capaian Jepang dan Korea Selatan kini menjadi dua tim sepak bola Asia yang bisa menembus dominasi Eropa dan Amerika Selatan. Jepang dan Korea Selatan pernah menjadi tuan rumah Piala Dunia 2002 dan saat ini mampu menembus babak 16 besar Piala Dunia 2022 Qatar.
Hasil itu, kata Erick, didapat karena pembinaan yang dilakukan secara kontinyu yang membutuhkan waktu 20-30 tahun. Sementara itu di Indonesia, lanjut Erick, para pemain muda kurang diberi kesempatan berkompetisi di klub karena kalah saing dengan pemain naturalisasi.
"Jepang itu persiapan timnasnya 20-30 tahun. Artinya harus cari rekrut pemain terbaik lalu diberi kesempatan bermain di klub atau sekalian seperti di basket membuat timnas bermain di liga tetapi diisi pemain muda karena mereka harus diberi kompetisi," ujar dia.
"Dengan ratusan pemain sepak bola lalu bermain di kompetisi, berlatih setelah kompetisi, diberi kesempatan bermain di klub. Ini yang harus kita lakukan. Bagaimana kita mau punya timnas yang bagus, fasilitas lapangan latihan belum maksimal. Kompetisi untuk pemain muda tidak maksimal dan kebanyakan pemain naturalisasi," kata dia.
"Saya bukan tidak suka naturalisasi. Tapi jika satu klub pemain naturalisasinya banyak? kita harus saling jaga, kita harus duduk bersama klub bagaimana menerapkan strategi menempatkan pemain muda, pemain asing, dan naturalisasi," pungkasnya.