Rabu 01 Feb 2023 13:18 WIB

Akademisi Dorong Transformasi Digital dan Pembenahan Industri Sepak Bola Indonesia

Transformasi digital diperlukan untuk membangun industri sepak bola Indonesia.

Pesepakbola Barito Putera Kahar (kanan) berebut bola dengan pesepak bola PSS Sleman Nur Diansyah (kiri) dalam lanjutan BRI Liga 1 di Stadion Demang Lehman, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan, Selasa (31/1/2023). Pertandingan babak pertama Barito Putera melawan PSS Sleman dengan skor sementara 0-1. ANTARA FOTO/Bayu Pratama S/hp..
Foto: Antara/Bayu Pratama S
Pesepakbola Barito Putera Kahar (kanan) berebut bola dengan pesepak bola PSS Sleman Nur Diansyah (kiri) dalam lanjutan BRI Liga 1 di Stadion Demang Lehman, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan, Selasa (31/1/2023). Pertandingan babak pertama Barito Putera melawan PSS Sleman dengan skor sementara 0-1. ANTARA FOTO/Bayu Pratama S/hp..

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Akademisi dan juga dosen ilmu komunikasi Universitas Bina Sarana Informatika (BSI), Kennorton Hutasoit, mendorong transformasi digital dalam rangka membangun industri sepak bola Indonesia. 

Hal itu dikatakan Kennorton dalam kegiatan seminar nasional Forum Akademisi Penggemar Sepak Bola Indonesia (FAPSI) di Bandung, Selasa (31/1/2023).

Baca Juga

Menurut dia, ada dua hal yang bisa dilakukan bagi Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) yang baru ataupun klub dalam mendorong transformasi digital. Pertama, melakukan adaptasi dengan memanfaatkan media sosial untuk mengedukasi suporter atau masyarakat agar tidak melakukan tindakan kekerasan, kerusuhan ataupun ujaran kebencian.

“PSSI dan klub harus memaksimalkan penggunaan media sosial untuk terhubung dengan fans. Jumlah penggemar yang masif di media sosial PSSI dan klub, akan memberi ruang untuk mendatangkan pendapatan, antara lain dari pemasang iklan di media sosial. PSSI dan klub juga harus mengedukasi penggemar untuk selalu menghindari ujaran kebencian di media sosial,” ujar Kennorton.

Kedua, Kennorton menambahkan, digitalisasi pada sistem yang menyangkut pertandingan di sebuah stadion, seperti ticketing ataupun venue yang ramah digital.

Dikatakan Kennorton, ticketing secara digital berguna untuk mengantisipasi kepadatan massa penonton sepak bola di sebuah stadion, seperti yang sudah dilakukan oleh Persebaya sejak tahun 2017.

“Hal ini perlu dijadikan percontohan untuk klub sepak bola lainnya agar pertandingan dapat berjalan dengan baik dan lancar. Untuk menjamin kenyamanan dan keselamatan penonton serta pemain, sistem penjualan tiket perlu dilakukan perubahan dengan menggunakan sistem digital big data,” katanya.

“Sehingga memudahkan pemeriksaan tiket, tidak ada kecurangan dalam pembelian tiket, menghindari calo, pemalsuan tiket, dan penjualan tiket melebihi kapasitas stadion,” kata Kennorton.

Dia melanjutkan, kasus tragedi Kanjuruhan sebenarnya bisa diantisipasi jika memanfaatkan teknologi secara maksimal, salah satunya dengan membuat venue yang ramah digital. 

“Kejadian korban 135 orang meninggal dunia dalam tragedi Kanjuruhan itu bisa diantisipasi, apabila kita melakukan suatu kemajuan di bidang teknologi, dengan menggunakan venue yang ramah dengan digital,” ujarnya.

“Mendeteksi gerakan, mendeteksi setiap penonton yang akan datang dan semua situasi di dalam stadion ataupun di luar terdeteksi, misalnya dengan digital venue ini saya kira bagus sekali,” katanya.

Sementara itu, dosen ekonomi dari Universitas Binawan Jakarta, Adnan Kasofi mengatakan, dalam mewujudkan industri sepak bola yang mapan seperti di negara Eropa, Indonesia perlu mendapatkan dukungan, baik dari pemerintah maupun swasta.

“Perlu adanya political will dari stakeholder terkait dalam mendukung kemajuan industri sepak bola Indonesia. PSSI dan pemerintah tidak boleh berbeda paham sehingga kesulitan dan persoalan bisa dihadapi bersama," kata Adnan Kasofi.

Selain itu, perlu adanya kreativitas klub dalam memodernisasi manajemen dan tata kelola organisasi. Ia mencontohkan, Bali United sebagai pelopor industri kreatif sepak bola Indonesia. 

Bali United, menurut Adnan, merupakan klub yang berani melakukan terobosan besar. Salah satunya dengan perombakan markasnya di Stadion Kapten I Wayan Dipta Gianyar menjadi rumah kreativitas para penggemar Serdadu Tridatu tersebut. 

"Bali United membangun pusat merchandise dengan luas 1.000 meter persegi. Ada pula kafe untuk nongkrong hingga taman bermain modern untuk anak," katanya.

Selain itu, menurut Adnan, Bali United melakukan strategi branding manajemen modern dengan memanfaatkan media sosial menarik perhatian, baik bagi masyarakat Bali maupun perusahaan.

"Saya kira apa yang dilakukan Bali United ini kini diikuti juga oleh Persib Bandung dan PSM Makassar, bagaimana pengembangan stadion sebagai rumah kreativitas dan sentra ekonomi bagi klub," katanya.

Adnan meyakini industri sepak bola mampu memberikan kontribusi positif bagi ekonomi Indonesia, asalkan sepak bolanya diurus oleh orang-orang yang profesional dan mau bekerja secara maksimal.

“Dengan keyakinan ini bahwasanya industri sepak bola sebagai industri kreatif, mampu memberikan kontribusi ekonomi yang lebih baik nanti ke depannya, indikasinya apa berarti pemerintah atau politik dalam hal ini harus betul-betul tahu menempatkan orang yang tepat di dalam PSSI,” ucapnya.

“Jadi jangan sampai ada orang-orang dalam tubuh PSSI ini ya cuma duduk saja, sehingga tadi terjadi hal-hal yang kita tidak inginkan seperti itu,” ujar Adnan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement