Sabtu 20 May 2023 18:54 WIB

Tim-Tim Italia yang Mulai Menggigit di Kompetisi Eropa

Tiga tim Italia lolos ke final tiga kompetisi Eropa.

Para pemain Inter Milan merayakan keberhasilan melangkah ke final Liga Champions setelah menyingkirkan AC Milan di semifinal.
Foto:

Mulai menggigit

Tim-tim Italia memang kalah dalam segi finansial, manajemen dan kedalaman skuad jika dibandingkan dengan kompetitor-kompetitor mereka dari Premier League, LaLiga maupun Bundesliga. Akan tetapi, tim-tim Italia setidaknya sudah melakukan kebijakan transfer yang mulai menuai hasil di kompetisi Eropa saat ini. Kebanyakan klub Italia kini meramu kedalaman tim dengan mengkombinasikan pemain muda dan pemain berpengalaman.

Sebut saja AS Roma yang musim ini mendatangkan pemain pengalaman seperti Paulo Dybala, Nemanja Matic dan Giorgino Wijnaldum yang dipadukan dengan pemain muda semacam Nicola Zalewski dan Edoardo Bove.

Juga Inter Milan yang telah lebih dulu menuai hasil dari kebijakan transfer itu dengan menjuarai Serie A musim 2021. Inter memiliki komposisi pemain pengalaman macam Milan Skriniar, Romelu Lukaku yang disandingkan dengan Nicola Barella dan Andrea Bastoni.

Berbeda dengan klub Premier League dan LaLiga yang berani membayar triliunan Rupiah untuk menebus satu pemain, klub Italia justru menerapkan pola peminjaman pemain yang dicoba untuk satu atau dua musim lalu diberi kontrak permanen apabila dalam masa itu sang pemain dapat nyetel dengan tim.

Dari segi taktikal di dalam lapangan, tim-tim besar Eropa lebih bermain dengan gaya modern dengan menerapkan permainan pressing tinggi dan penguasaan bola, tim Italia justru menjadi "kryptonite" dari sepak bola modern.

Seperti kisah Superman yang tak berdaya dengan Kryptonitenya, klub-klub super yang memiliki para pemain bintang dan sistem permainan modern, seakan selalu mati kutu di hadapan gaya tua klub-klub dari Liga Italia.

Tim Italia masih mempertahankan filosofi bertahan memanfaatkan momentum transisi pemain untuk melakukan serangan balik. Pola bertahan ini juga punya pendekatan variatif dan fleksibel dalam setiap pertandingan, tergantung lawan yang dihadapi mereka. Tak ada satu strategi yang di atas kertas sama dalam setiap pertandingan.

Setidaknya filosofi itu terbukti belum usang. Hal itu dibuktikan oleh tim nasional Italia yang menorehkan Piala Eropa pada tahun 2020 dan klub Real Madrid yang notabene dilatih oleh taktikal asal Italia Carlo Ancelotti yang menerapkan pendekatan bertahan memanfaatkan transisi untuk sukses menjadi juara Liga Champions musim lalu.

Meski terlihat membosankan, tim Italia seperti memberikan tamparan pada sepak bola modern bahwa dalam sepak bola tidak melulu mengenai skema menyerang dan penguasaan bola.

Dengan bermainnya Inter Milan, AS Roma dan Fiorentina di final tiga kompetisi Eropa mungkin akan menjadi bukti bahwa tim Italia dengan kebersahajaan taktiknya dapat tampil menggigit di Eropa atau hanya sekedar memberi kesan bahwa sepak bola di Liga Italia masih ada. Jawabannya akan datang seusai partai final pada Juni mendatang.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement