Selasa 13 Jun 2023 06:50 WIB

Larangan Suporter Tandang, Bung Kus: Indonesia dalam Masa Transisi, Suporter Harus Paham

Ini merupakan langkah yang tak bisa dihindari.

Rep: Afrizal Rosikhul Ilmi/ Red: Gilang Akbar Prambadi
Seorang anak memegang lilin saat mengikuti doa bersama di Gelora Delta Sidoarjo, Jawa Timur, Selasa (4/10/2022). Doa bersama itu untuk para korban tragedi kerusuhan di Stadion Kanjuruhan, Malang.
Foto: ANTARA/Umarul Faruq
Seorang anak memegang lilin saat mengikuti doa bersama di Gelora Delta Sidoarjo, Jawa Timur, Selasa (4/10/2022). Doa bersama itu untuk para korban tragedi kerusuhan di Stadion Kanjuruhan, Malang.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat sepak bola Indonesia, Mohamad Kusnaeni, memahmi keputusan PSSI dan PT Liga Indonesia Baru mengenai regulasi baru untuk kompetisi Liga 1 2023/2024, yang melarang suporter menyaksikan langsung ke stadion saat tim kesayangannya melakukan laga tandang. Menurut dia, keputusan tersebut dilatarbelakangi oleh situasi sepak bola Indonesia yang masih dalam masa transisi. 

Kusnaeni mengakui, idealnya pertandingan sepak bola dapat disaksikan oleh dua kelompok suporter dari dua tim yang bermain. "Jadi sepak bola itu akan menarik, akan seru kalau yang di sekitar lapangan itu pendukung dari kelompok masing-masing tim yang bertanding," kata sosok yang akrab disapa Bung Kus ini saat dihubungi republika.co.id, Senin (12/6/2023).

Baca Juga

Namun di sisi lain, menurut dia, Indonesia saat ini masih dalam masa transisi pasca-Tragedi Kanjuruhan yang memakan ratusan korban jiwa. Indonesia harus meyakinkan FIFA sekaligus menunjukkan kepada dunia kerusuhan seperti itu takkan terulang. Sebab itu, ia menilai wajar jika PSSI mengambil kebijakan tersebut. 

"Jadi yang harus ditunjukkan kepada FIFA itu sekarang bukti bahwa kita ini bisa mengelola kompetisi dengan baik, tidak ada lagi insiden-insiden kerusuhan. Kita ini sedang dituntut untuk membuktikan kepada FIFA kepada dunia bahwa kita adalah negara yang bisa menggelar kompetisi secara aman. Jadi upaya PSSI ini bagian dari proses transformasi," ujarnya.

Ia yakin PSSI juga memahami bahwa pertandingan sepak bola takkan seru tanpa dihadiri oleh dua kelompok suporter dari kedua tim yang bermain. Namun, kata Kusnaeni, secara realistis kebutuhan saat ini adalah untuk meyakinkan FIFA mengenai transformasi sepak bola yang telah dijanjikan sebagai jaminan agar Indonesia terhindar dari sanksi.

"Ketika kemarin kita tidak dihukum itu kan karena FIFA yakin bahwa kita ini bisa berbenah. Nah tunjukan bahwa kita ini bisa. Jadi prioritasnya sekarang adalah menunjukkan kepada FIFA," kata dia.

Mengenai aturan yang merata untuk semua pertandingan Liga 1 meskipun ada beberapa kelompok suporter yang memang tidak pernah rusuh, ia menyebut ini sebagai langkah yang tak bisa dihindari. Menurutnya, akan lebih berisiko jika PSSI memilah-milah mana yang boleh dan tidak, yang mana hal itu justru akan menimbulkan perdebatan dan rasa ketidakadilan.

Tapi, Kusnaeni mengingatkan agar PSSI terus membangun komunikasi yang baik kepada publik dan menjelaskan hal apa yang mendasari keputusan tersebut dan memberikan tenggat yang pasti kepada semua pihak, sampai kapan aturan ini akan berlaku. "Ini juga gak bisa jadi solusi seterusnya. PSSI juga perlu melakukan evaluasi, kalau perlu di pertengahan musim bisa saja dievaluasi," kata Kusnaeni. 

"Jadi PSSI juga harus memberikan tenggat waktu aturan ini akan berlaku sampai kapan, mungkin 6 bulan atau satu musim. Jangan memberikan regulasi yang seolah-olah akan berlaku seterusnya. Jadi sampaikan kepada publik, tenggat waktunya berapa lama supaya publik juga paham," ujarnya menambahkan. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement