Rabu 26 Jul 2023 01:59 WIB

Sejumlah Mantan Pemain Timnas Nilai Kompetisi Sepak Bola Usia Muda Masih Minim

Sejumlah kompetisi junior lebih banyak diselenggarakan oleh pihak swasta.

Rep: Afrizal Rosikhul Ilmi/ Red: Israr Itah
Diskusi bersama legenda timnas Indonesia Elie Aiboy, Kurniawan Dwi Yulianto, Atep Rizal dan Supriyono Prima di Pancoran Soccer Field (PSF), Jakarta, Selasa (25/7/2023).
Foto: Republika/Afrizal Rosikhul Ilmi
Diskusi bersama legenda timnas Indonesia Elie Aiboy, Kurniawan Dwi Yulianto, Atep Rizal dan Supriyono Prima di Pancoran Soccer Field (PSF), Jakarta, Selasa (25/7/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah mantan pemain tim nasional Indonesia mengeluhkan minimnya kompetisi usia muda, yang berakibat timnas senior sulit mengukir prestasi. Saat ini kompetisi usia muda di Indonesia memang minim. Ada pun sejumlah kompetisi junior lebih banyak diselenggarakan oleh pihak swasta.

"Bicara kompetisi, banyak kompetisi diselenggarakan pihak swasta. Askot (asosiasi kota) - askab (asosiasi kabupaten) tidak berjalan. Ini jadi masalah karena (para pemain) matangnya di kompetisi," tutur Supriyono pada acara diskusi di Pancoran Soccer Field, Jakarta, Selasa (25/7/2023).

Baca Juga

"Askot dan askab harus membuat kompetisi berjenjang dan berkesinambungan," tegas jebolan PSSI Primavera ini.

Supriyono bersyukur dengan adanya kompetisi usia muda seperti Elite Pro Academy (EPA) yang diikuti oleh klub-klub Liga 1. Namun ia menilai bahwa saat ini banyak pemain peserta EPA yang tidak memiliki dasar bermain yang bagus, sehingga saat berada di klub justru masih harus dibenahi lagi keterampilan dasarnya.

Di sisi lain, mantan pemain PSSI Primavera lainnya Kurniawan Dwi Yulianto, meyakini bahwa model pembinaan dengan mengirim tim keluar negeri seperti yang pernah dilakoninya sebenarnya cukup baik. Namun yang menjadi tantangan justru adalah saat seorang pemain muda berkiprah sendirian di luar negeri.

"Bermain bola iya, tapi saat di sana kami (para pemain Primavera) banyak berkumpul dengan sesama pemain Indonesia. Jadi agak kurang. Saya justru belajar mandiri saat di FC Lucern," tutur pemain yang memiliki sapaan kurus tersebut.

Kurniawan yang saat ini berada di tim kepelatihan FC Como, mencontohkan betapa profesionalnya para pemain muda di klub Italia tersebut. "Mindset para pemain muda Como luar biasa. Mereka tidak banyak posting di Instagram karena mengejar kontrak profesional. Bisa dijaga mindset seperti itu sampai senior," tambahnya.

Melihat kondisi ini, Aice Grup turut ambil peran mendorong pembangunan sepak bola Indonesia. Jenama es krim terbesar di Asia Tenggara itu berkolaborasi dengan PSSI meluncurkan Gerakan 10 Ribu Es Krim dan 500 Bola yang diharapkan dapat meningkatkan kualitas ekosistem pembinaan talenta sepak bola Indonesia juga membangkitkan semangat atlet-atlet muda. Senior Brand Manager Aice Group, Sylvana Zhong mengatakan, gerakan itu dilakukan untuk mendorong talenta muda agar semakin giat berlatih.

"Kami meyakini proses membangun timnas yang berprestasi di kancah dunia harus dimulai sejak usia dini. Apalagi, Indonesia baru saja didapuk menjadi tuan rumah pertandingan piala dunia U-17. Pembinaan pesepak bola usia dini merupakan salah satu prioritas Aice dalam mendukung sektor olahraga sepak bola tanah air untuk berkembang secara signifikan setiap jenjangnya," kata Sylvana.

Anggota Exco PSSI Arya Sinulingga mengakui PSSI tidak dapat bekerja sendirian dalam mewujudkan rencana-rencana kerjanya dalam menciptakan ekosistem sepak bola nasional yang unggul. "PSSI mengapresiasi dukungan tiada henti Aice Group dalam membangun sepak bola nasional yang berjenjang sejak usia dini hingga level profesional," kata Arya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement