REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat sepak bola nasional Akmal Marhali menyebut manuver yang digunakan Shin Tae-yong dengan menyampaikan ke publik bahwa dirinya mendapat tawaran kontrak dari negara lain telah melanggar etik. Menurut dia, itu dilakukan untuk menekan PSSI agar segera memastikan perpanjangan kontrak.
"STY ini kan kebetulan lagi jadi netizen darling yang kemudian dimanfaatkan untuk memberikan tekanan kepada PSSI," kata Akmal saat dihubungi Republika.co.id, Selasa (6/2/2024).
Namun, setelah isu tersebut muncul, Ketum PSSI Erick Thohir memutuskan untuk menemui STY dan memastikan bahwa pihaknya tetap berpegang pada kesepakatan yang telah dibuat, yakni kontrak STY berlaku hingga Juni 2024 dan akan dievaluasi setelah Piala Asia U-23 yang ditargetkan mencapai babak perempat final.
"Saya pikir langkah Pak Erick untuk menyampaikan 'kalau STY mau keluar dari timnas PSSI tak bisa menolak' adalah sebuah strategi yang bagus bahwa artinya PSSI tidak bisa didikte," ujarnya.
Lalu, kata dia, pertemuan itu menandakan kedua pihak kembali mempertahankan hubungan kerja sama yang harmonis. Erick menegaskan PSSI akan bersikap profesional terkait persoalan kepelatihan tersebut. Sementara pelatih asal Korea Selatan itu juga memastikan akan bertahan di Indonesia sesuai kontrak yang sudah disepakati.
"Ini sebuah pelajaran besar buat kita semua bahwa ada etika dalam sebuah perjanjian kontrak yang harus dijalankan," kata Koordinator Save our Soccer itu.
Dia meminta kepada STY dan timnya, juga kepada publik sepak bola Indonesia, untuk memahami bahwa setiap timnas Indonesia selesai mengikuti sebuah kejuaraan pasti selalu ada evaluasi. "Dibahas sejauh mana pencapaian yang didapat dan sejauh mana masalah yang masih ada, dan itu lumrah. Belakang yang ramai di kita kan seolah-olah STY gak boleh dievaluasi," kata dia.
"Sekarang apakah STY akan diperpanjang atau tidak, itu ada di PSSI setelah evaluasi kinerja STY. Dan kita tidak bisa ikut campur soal itu," ujarnya.