REPUBLIKA.CO.ID, Ibtihaj Muhammad membuktikan bahwa hijab bukan penghalang seorang wanita Muslim untuk mewujudkan mimpi dan mencetak sejarah. Ia membuktikannya melalui bidang olahraga anggar ketika meraih kesuksesan di Olimpiade Rio 2016 lalu.
Ibtihaj menjadi atlet Amerika Serikat (AS) Muslim pertama yang meraih medali olimpiade dengan mengenakan hijab. Lewat perunggu yang ia raih empat tahun lalu, ia membuktikan wanita Muslim dapat berjaya sambil berusaha bertakwa.
Lahir di Maplewood, New Jersey, 35 tahun lalu, Ibtihaj adalah anak ketiga dari lima bersaudara dengan garis keturunan Afrika dari sang ayah, Eugene Muhammad.
Selain fokus meniti karier sebagai atlet anggar, Ibtihaj juga tak meninggalkan pendidikannya di Duke University dengan dua gelar di Jurusan Hubungan Internasional dan Studi Afrika pada 2014 lalu.
Sebelum berpentas di olimpiade, Ibtihaj sudah menjadi penggawa tim nasional (timnas) anggar AS sejak 2010 dengan torehan lima medali kejuaraan dunia. Tak ayal, Majalah Time menobatkannya sebagai orang paling berpengaruh tahun 2016.
Buah kesuksesan dari kehidupannya pun dituangkan ke dalam buku berjudul 'The Proudest Blue: A Story of Hijab and Family' yang sempat dinobatkan sebagai buku paling laris versi The New York Times pada 2019 lalu.
Ibtihaj mengatakan, orang tua adalah sosok paling berpengaruh dalam kehidupannya saat ini. Sebab sejak masih anak-anak, ayah ibunya meminta Ibtihaj untuk tidak mengubah gaya pakaiannya dengan hijab.
Sadar pakaian bernuansa agama rentan menemui berbagai halangan, orang tuanya pun memberi saran agar Ibtihaj menekuni anggar karena olahraga tersebut mewajibkan atlet mengenakan baju pengaman yang tertutup seluruhnya.
"Anggar mengakomodasi kepercayaan saya dalam beragama. Kelihatannya mudah, tapi saya sempat kesulitan hingga pada 2010 saya menembus timnas AS," kata Ibtihaj seperti dilansir Hypebae, Kamis (6/8). "Saya wanita berkulit hitam Muslim pertama yang memenangkan medali olimpiade. Petualangan hidup saya sangat sulit untuk mengubah persepsi orang atas latar belakang saya dalam dunia anggar."
Untuk membuat tetap percaya diri di arena, Ibtihaj mengatakan kekuatan ibadah adalah kuncinya. Sebelum memulai aktivitas sehari-hari, ia selalu menunaikan Shalat Subuh kemudian sarapan sambil mendengarkan musik.
Keseharian yang konsisten membuat Ibtihaj dapat melalui setiap proses kehidupan yang dijalaninya saat ini. Sebab, menurutnya, seorang atlet wajib menjaga kondisi fisik dan mental agar selalu siap saat latihan dan berkompetisi. "Lolos ke olimpiade adalah hal tersulit yang pernah saya dapatkan dalam hidup. Dedikasi, kemauan, dan pengorbanan sudah tak terhitung. Ada banyak tekanan fisik dan mental yang harus saya hadapi untuk bisa berada di titik saat ini. Tapi, berpentas di olimpiade merupakan hal paling membanggakan," ucapnya.
Ibtihaj mengakui, selama kariernya kerap menemui rintangan berupa diskriminasi dari persoalan agama hingga ras. Sebagai minoritas, ia tidak ingin merasa rendah diri di setiap kesempatan.
Sambil mengarungi karier olahraga sebagai atlet, Ibtihaj juga sedang mengembangkan bisnis bersama keluarganya di bidang fesyen dengan jenama Louella. Keputusan berbisnis juga ia geluti untuk meningkatkan pemberdayaan wanita di AS. "Kami mempekerjakan pegawai wanita untuk berkomitmen meningkatkan kualitas fesyen dengan gaya yang autentik," ujar dia.
Melalui olahraga dan fesyen, Ibtihaj ingin mengampanyekan bahwa wanita Muslim bisa berbicara banyak melalui olahraga tanpa meninggalkan syariat agama.