REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Leicester City bersuka cita. Untuk kali pertama dalam lima kesempatan di final, the Foxes akhirnya menjuarai Piala FA. Momen bersejarah ini tercipta di Stadion Wembley, Ahad (16/5) dini hari WIB.
Personel Leicester dan para penggemar bersorak merayakan kegembiraan. Mirip seperti saat mereka menjuarai Liga Primer Inggris pada 2016.
Saat perayaan di atas lapangan itulah, dua personel the Foxes, Hamza Choudhury dan Wesley Fofana, menyita perhatian dunia. Keduanya menunjukkan aksi solidaritas terhadap Palestina yang tengah digempur oleh Israel.
Selepas momen perayaan angkat trofi Piala FA, Choudhury dan Fofana tertangkap kamera sedang membentangkan bendera Palestina. Keduanya seperti menjadi penyambung lidah warga Palestina yang berada dalam ketakutan dan ancaman bom dari pihak Israel di Gaza, Palestina. Mereka menyampaikan pesan dengan perbuatan, tanpa perlu berbicara.
Choudhury dan Fofana jadi satu dari sekian banyak pesohor lintas bidang yang menggelar protes terhadap pengeboman dan tindakan diskriminasi oleh tentara Israel di Gaza, akhir pekan lalu.
Serangan tersebut jadi peningkatan ketegangan paling parah di kawasan Jalur Gaza sejak 2014 silam. Sebagia masyarakat dunia menentang serta mengutuk perbuatan Israel terhadap masyarakat Palestina.
Sebagaimana dilansir Times of Israel, Ahad (16/5) puluhan ribu pengunjuk rasa di belahan dunia melakukan aksi dukungan. Kota-kota besar di Eropa seperti London, Berlin, Madrid, dan Paris menuntut pihak Israel menghentikan serangan mereka.
Sikap itu yang juga ditunjukan secara langsung oleh Choudhury dan Fofana. Choudhury merupakan eks pemain timnas Inggris U-21 yang dibesarkan dalam keluarga Bengali Muslim. Adapun Fofana mantan pemain timnas Prancis U-21, yang berasal dari keluarga Muslim Mali.
Pemain tengah bernama lengkap Hamza Dewan Choudhury memiliki darah asli Bangladesh. Saat itu, sang ibu Rafia memutuskan untuk membawa Choudhury kecil, berusia 5 tahun, bertarung nasib di negeri Ratu Elizabeth.
Selama 17 tahun berlalu, karier sepak bola Choudhury meningkat dan ia kini mengenakan kostum salah satu tim papan atas Liga Primer Inggris, Leicester City.
"Beberapa kenangan masa kecil saya adalah tentang Bangladesh. Berada di sana, hanya bisa melakukan apa yang Anda inginkan," kata Choudhury dilansir BBC Sport beberapa waktu lalu.
Tak hanya dari aspek atletis Choudhury layak dipuji. Menyoal urusan keyakinan pesepak bola berambut kribo tersebut juga begitu dekat dengan ilmu-ilmu Islam, kepercayaan yang memang dianut olehnya sejak lahir.
"Tak hanya keluarga, dan sepak bola. Ajaran Islam juga penting dalam kehidupan saya. Saya dan adik perempuan saya biasa pergi dan belajar agama (Islam), kami pun sering membaca Al-Quran," sambung dia.
Baginya, tumbuh di kota multikultural seperti Leicester, merupakan rasa syukur yang sangat besar. Ia merasa berterima kasih kepada masyarakat yang selalu memberikan dukungan dan sikap toleransi yang besar untuk menjalankan keyakinannya sebagai pemeluk agama Islam.
Sementara itu, Wesley Fofana memang salah satu pemain Muslim di Liga Inggris yang dikenal cukup taat beribadah. Meski memiliki jadwal pertandingan cukup padat, Muslim asal Prancis ini berusaha tidak pernah meninggalkan kewajibannya. Bahkan, performanya pada saat bulan Ramadhan kemarin tetap stabil dan tidak pernah sampai terganggu karena puasa.
Manajer Leicester City Brendan Rodgers mengakui itu. Mantan pelatih Liverpool ini memuji penampilan Fofana selama Ramadhan. "Luar biasa. Fofana menahan makan dan minum, dan dia masih tetap bisa tampil dalam level tertinggi," kata Rodgers beberapa waktu lalu.
Wesley Fofana lahir di Marseille, Prancis, pada 17 Desember 2000. Dia mewarisi darah Mali dari keluarganya.
Seperti diketahui Mali merupakan negara di Afrika dengan mayoritas penduduk beragama Islam. Dari sana pula, lahir banyak pemain muslim berbakat, seperti Frederic Kanoute, Seydou Keita, hingga Mahamadou Diarra.
Liga Inggris memang salah satu liga dengan pesepak bola Muslim terbanyak. Sebagian diantaranya bermain di klub-klub besar. Mayoritas pemain ini dikenal taat menjalankan ibadah. Mereka juga tak segan menunjukkan identitas dan kebiasaan mereka sebagai Muslim.
Disamping ekspresi selebrasi sujud Mohamed Salah, toleransi tentang antarumat beragama di dalam lapangan hijau sepak bola Inggris dinilai tak mengenal batas dan ruang.
Di sisi lain, beberapa pesepak bola muslim tersohor layaknya Mohamed Elneny dari Arsenal, dan Paul Pogba Manchester United (MU) tak segan menunjukkan dukungannya.
"Hatiku dan jiwaku hancur. Dukunganku untukmu Palestina," tulis Elneny di akun Twitter pribadinya.
Pernyataan paling menohok dilontarkan mantan penyerang timnas Mali dan Tottenham Hotspur, Frederic Kanoute. Dirinya menyinggung soal kebijakan para pemimpin dunia untuk menetralisir aksi biadab tersebut.
"Apartheid terus berlanjut dan orang-orang Palestina diusir dari rumah sementara sebagian besar pemimpin memilih untuk bungkam," tulis Kanoute dalam akun Twitter pribadinya.
Sebelumnya, Salah dalam cicitannya meminta PM Inggris untuk bisa membantu menyelesaikan masalah kemanusiaan di Palestina.