REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Petenis nomor satu dunia Novak Djokovic tiba kembali ke rumahnya di Beograd, Senin (17/1/2022). Ia dideportasi dari Australia karena status untuk vaksinasi virus corona menghancurkan mimpinya untuk mendapatkan rekor gelar Grand Slam ke-21 di Melbourne.
Djokovic, yang memiliki status tidak vaksin, terbang meninggalkan Melbourne pada Ahad malam, hanya beberapa jam setelah putusan pengadilan menguatkan keputusan pemerintah untuk membatalkan visanya yang membuat dia gagal bermain di Australian Open.
Menurut dua sumber AFP, petenis asal Serbia itu sempat singgah di Dubai kemudian mendarat di Bandara Nikola Tesla, Beograd, di mana dia dibawa pergi melalui pintu keluar samping tidak lama setelah pesawat mendarat. "Dia sudah pergi melalui pintu lain," kata seorang penjaga keamanan.
Seorang pegawai bandara lainnya juga mengonfirmasi, Djokovic sudah tiba, tetapi ia langsung pergi melalui pintu keluar teknis. Sekelompok kecil penggemar menunggu di luar area kedatangan untuk menyambut Djokovic saat ia tiba, dengan beberapa di antaranya mengibarkan bendera Serbia, sementara yang lainnya memegang tanda yang bertuliskan "Novak, Tuhan memberkati Anda".
"Novak adalah nomor satu bagi kami dan dunia. Baik dia menang atau kalah, kami mendukungnya," kata Djurdja Avramov, sambil berdiri bersama anaknya yang mengenakan baju buatan sendiri bertuliskan "Nole" -- julukan populer Djokovic di Serbia.
"Apa yang telah mereka lakukan padanya memalukan. Saya mencintainya dan saya datang untuk menyambutnya. Saya berusia 71 tahun dan kaki saya sakit, tetapi saya tetap datang," kata Dragica, seorang pensiunan.
Pada Ahad malam, pesan "Nole you are the pride of Serbia" (Nole, Anda kebanggaan Serbia) muncul dari panel LED di sebuah gedung di pusat kota Beograd. Deportasi dramatis itu menyusul pertempuran hukum yang berlarut-larut dan berisiko tinggi antara Djokovic, yang berusia 34 tahun, dengan pihak berwenang Australia.
Sebelum dia dideportasi dari Australia, Djokovic mengaku sangat kecewa setelah pengadilan federal dengan suara bulat menguatkan pembatalan visanya dengan alasan ketertiban umum.