Selasa 18 Jan 2022 14:10 WIB

Pesona Simone Inzaghi yang Bikin Interisti Melupakan Conte

Di era Inzaghi, Inter bermain menyerang, atraktif, dan penuh hasrat memburu gol.

Rep: Frederikus Bata/ Red: Gilang Akbar Prambadi
 Reaksi pelatih kepala Inter Simone Inzaghi saat pertandingan sepak bola Serie A Italia antara Atalanta dan Inter Milan di Bergamo, Italia, Senin (17/1) dini hari WIB.
Foto: EPA-EFE/PAOLO MAGNI
Reaksi pelatih kepala Inter Simone Inzaghi saat pertandingan sepak bola Serie A Italia antara Atalanta dan Inter Milan di Bergamo, Italia, Senin (17/1) dini hari WIB.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Frederikus Bata

 

Baca Juga

Apa yang ada di benak penggemar Inter Milan saat Antonio Conte hengkang, beberapa bulan lalu? Entahlah.

Tentunya, sejumlah situasi berpotensi terjadi. Ada yang memaklumi, ada juga yang menyayangkan. Bagi Interisti yang menyayangkan kepergian Conte, sangat beralasan. 

Pelatih 52 tahun itu membantu Nerazzurri mengakhiri hegemoni Juventus di Serie A. Ia membawa pasukan biru hitam meraih scudetto musim 2020/21. Sayang sekali, kerja sama antara mereka tak bisa berlanjut karena berbagai alasan.

Hidup harus terus berjalan. Inter mendatangkan Simone Inzaghi. Setelah bertahun-tahun membesut Lazio, Inzaghi menuju tim lain.

Ini pengalaman pertamanya membesut klub di level atas, selain Biancoceleste. Bagi Nerazzurri, bak sebuah perjudian. Mereka mengontrak juru taktik tanpa bekal gelar mentereng.

Selama lima tahun menangani Le Aquile, prestasi terbaik Inzaghi membawa klub tersebut meraih Coppa Italia musim 2018/19. Selebihnya ia mengoleksi dua trofi Piala Super Italia. Masing-masing pada 2017 dan 2019.

Berjalannya waktu, allenatore kelahiran Piacenza menunjukkan tajinya. Tak terlihat kecanggungan dalam diri yang bersangkutan ketika membesut salah satu klub terbesar di negeri spaghetti. Perlahan tapi pasti, Inzaghi membuat pesona Conte di Giuseppe Meazza, mulai terlupakan.

"Pada bulan Oktober (2021), ketika kami jauh dari puncak klasemen, saya bertemu para penggemar di sekitar kota. Mereka memberi tahu saya, mereka menyukai cara kami bermain. Itu pujian paling penting untuk seorang pelatih," kata Inzaghi dalam wawancara dengan La Gazzetta dello Sport, dikutip dari Football Italia.

Kata kunci dari pernyataan di atas adalah soal cara bermain. Itu yang membedakan Inter saat ini, dengan Inter di era Conte. Inzaghi membiarkan pasukannya leluasa memainkan sepak bola menyerang.

Tak peduli lawan mana yang mereka hadapi. Pada saat yang sama, ia juga fokus pada transisi. Artinya, Nerazzurri juga kuat ketika bertahan.

Terbukti sejauh musim 2021/22 berjalan, Inter telah mencetak 51 gol di Serie A. Itu jumlah tertinggi dibandingkan para kontestan lainnya. Pasukan biru hitam bahkan memiliki satu laga tunda yang belum dimainkan.

Kemudian dari sisi pertahanan, Inter baru kebobolan 16 gol. Hanya Napoli yang sedikit lebih baik dari mereka. Gawang Partenopei baru kemasukan 15 gol.

Selisih gol La Beneamata berada di posisi teratas. Bersamaan dengan itu, Alexis Sanchez dan rekan-rekan nyaman di singgasana. Kans Inzaghi menyamai pencapaian Conte terbuka lebar.

Bahkan dengan cara yang lebih mentereng. Di era Conte, Inter terlihat lebih pragmatis. Terkadang mereka lebih memilih bertahan saat dalam keadaan unggul.

Meski pada akhirnya juara, cara bermain seperti itu tak sepenuhnya diterima khalalak sepakbola. Ketika berbicara di Eropa, Inter era Conte selalu gagal melaju ke putaran selanjutnya. 

Inzaghi dengan permainan menyerangnya membuat Nerazzurri tak hanya piawai di ranah domestik. Kini Marcelo Brozovic dkk berada di babak 16 besar Liga Champions. Keberhasilan tersebut, salah satunya karena buah dari pendekatan sang arsitek.

Bukan rahasia lagi, di era sepak bola modern, tim yang cenderung bermain pragmatis kesulitan bersaing di Eropa. Inzaghi membuat La Beneamata layaknya klub Spanyol atau beberapa elite Inggris.

Bukti teranyar, saat ditahan imbang Atalanta, Inter Milan digdaya di Bergamo. Mereka menguasai bola hingga 63 persen lebih. Tak banyak tim yang dominan atas La Dea di Gewiss Stadium.

Inzaghi juga telah memulai lembaran baru dengan sebuah trofi. Pada Kamis (13/1) dini hari WIB, timnya mengalahkan Juventus dalam perebutan Piala Super Italia edisi terkini. 

"Saya pikir ini kemenangan yang pantas, mengingat semua kerja keras yang kami lakukan. Kami harus mempertahankannya," tutur bek sayap La Beneamata, Matteo Darmian.

Dalam Derby D'Italia di Stadion San Siro itu, anak asuh Inzaghi lebih dominan dari sang rival. Suara-suara memuji pendekatan yang bersangkutan kian nyaring terdengar. Bahkan Manchester United mulai dirumorkan bakal menampung allenatore 45 tahun itu.

Pada akhirnya, jika kembali ke perbandingan Conte dan Inzaghi, setiap individu memiliki caranya sendiri. Apa pun strateginya, wajib dihormati. Demikian pernyataan bek tengah La Beneamata, Stefan de Vrij yang bisa mendinginkan suasana.

"Kami memenangkan gelar di era Conte. Anda bisa melihat sekarang, Inzaghi telah bekerja dengan dasar yang kuat dan menjalani musim yang bagus," ujar De Vrij.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement