Senin 27 Jun 2022 06:20 WIB

Panitia Piala Dunia Qatar Tunjukkan Ketegasan kepada Perilaku Seks Menyimpang

Laga pembuka Piala Dunia 2022 Qatar akan berlangsung pada 21 November.

Rep: Rahmat Fajar/ Red: Gilang Akbar Prambadi
Museum Olimpiade dan Olahraga Qatar 3-2-1 seluas 19 ribu meter persegi itu berlokasi di sebelah salah satu stadion yang akan digunakan untuk Piala Dunia tahun ini. Pembangunan museum sekaligus mengumpulkan beragam artefak bersejarah olah raga itu memakan waktu lebih dari 15 tahun.
Foto: Twitter Qatar Museums
Museum Olimpiade dan Olahraga Qatar 3-2-1 seluas 19 ribu meter persegi itu berlokasi di sebelah salah satu stadion yang akan digunakan untuk Piala Dunia tahun ini. Pembangunan museum sekaligus mengumpulkan beragam artefak bersejarah olah raga itu memakan waktu lebih dari 15 tahun.

REPUBLIKA.CO.ID, DOHA -- Piala Dunia 2022 Qatar mungkin adalah Piala Dunia yang paling banyak mendapatkan sorotan dibandingkan dengan penyelenggaraan-penyelenggaraan sebelumnya. Ada banyak aturan hukum yang berlaku di negara tersebut yang membuat sebagian peserta dan penggemar khawatir akan menerima dampaknya.

Qatar melarang seks bebas, perilaku LGBT, minum-minuman alkokhol dan bermesraan di tempat umum selama Piala Dunia berlangsung. Ancaman hukuman bagi mereka yang melakukan larangan tersebut yakni tujuh tahun penjara.

Baca Juga

“Qatar adalah negara konservatif dan menunjukkan kasih sayang di depan umum yang tidak disukai terlepas dari orientasi seksualnya,” kata Komite Tertinggi Qatar dalam sebuah pernyataannya, dilansir dari Marca, Ahad (26/6/2022).

Ini merupakan yang pertama kalinya Piala Dunia digelar di negara Teluk. Itu artinya ada beberapa perbedaan budaya yang mungkin sulit dijalankan bagi banyak penonton. Pasalnya, sudah menjadi hal umum seks bebas dan pesta minum-minuman alkokhol terjadi turnamen sepak bola terbesar ini.

The Daily Star melaporkan adanya kekhawatiran dari penegak hukum Inggris tentang kemungkinan suporter Inggris akan banyak yang terkena hukuman berat di Qatar. Sebab penggemar The Three Lions akan sangat mudah melakukan hal-hal yang sulit dipikirkan dua kali sehingga dianggap melanggar aturan hukum di Qatar.

Sumber itu mengingatkan bahwa seks bebas dilarang dan tak ada pesta sama sekali. Oleh karena itu, semua orang perlu menjaga diri baik-baik kecuali mereka siap menerima risiko dipenjara oleh pemerintah setempat.

"Pada dasarnya ada larangan seks di Piala Dunia tahun ini untuk pertama kalinya. Fans harus siap,” kata sumber dari kepolisian Inggris itu.

Sebelumnya Ketua Panitia Penyelenggara Piala Dunia Qatar Nasser Al-Khater menggaransi bahwa semua peserta dan orang yang datang ke Piala Dunia akan aman terlepas dari orientasi seksual dan budaya mereka. Pada Desember 2021 lalu, Al-Khater mengatakan LGBT dilarang tetapi berjanji mereka akan mendapatkan hak hadir ke stadion.

Al-Khater meminta kepada penggemar agar menghormati budaya Qatar. Ia yakin mereka akan menghormati itu. Ia menegaskan masyarakat Qatar menghormati budaya yang berbeda sehingga berharap budaya lain pun menghormati budaya negaranya.

"Qatar adalah negara yang toleran. Ini negara yang ramah. Ini negara yang ramah,” katanya.

Laga pembuka Piala Dunia 2022 Qatar akan berlangsung pada 21 November. Penyisihan grup akan berjalan hingga 2 Desember. Partai puncak akan dilaksanakan pada 18 Desember di Stadion Lusail. Dengan berbagai larangan yang berlaku selama turnamen kini tak hanya kelompok LGBT yang khawatir namun juga kelompok lainnya yang memiliki kebiasaan tak sejalan dengan budaya yang berkembang di Qatar.

Penggemar dan pemain LGBT sangat vokal menyuarakan ketidaksenangannya kepada FIFA yang menunjuk Qatar sebagai tuan rumah Piala Dunia 2022. Mantan pesepakbola putri Casey Stoney pada 2014 mengecam mengadakan Piala Dunia di Rusia dan Qatar.

"Saya tidak akan pergi ke Rusia atau Qatar untuk menonton Piala Dunia karena saya tidak akan diterima di sana,” katanya dilansir dari lgbtnations.

Direktur Inisiatif Global Human Rights Watch Minky Worder berpendapat bahwa undang-undang gay berbenturan dengan undang-undang FIFA. Menurutnya Qatar berpotensi melakukan pelanggaran jika masalah tersebut tak diperbaiki.

“Sebagai tuan rumah Piala Dunia berikutnya, Qatar harus bertanggung jawab untuk menerapkan kebijakan hak asasi manusia FIFA sebagai contoh bagi negara-negara peserta. Sensor media juga telah diperhatikan oleh komunitas LGBTQ sebagai tanda bahwa mereka tidak diterima di Qatar,” kata Worder.

Namun pernyataan yang telah dikeluarkan oleh Komite Tertinggi Qatar mengenai berbagai larangan selama Piala Dunia akan tetap diberlakukan terlepas dari kecaman dari berbagai pihak. Dengan demikian tak ada lagi sorotan terkait adegan bermesraan di tribun penonton sebagaimana yang selalu terjadi di setiap penyelenggaran turnamen.

Presiden FIFA Gianno Infantino ingin Piala Dunia tak hanya hadir sebagai hiburan olahraga. Tetapi Piala Dunia juga memberikan dampak sosial yang positif. Ini ia sampaikan ketika menjadi pembicara di Forum Ekonomi Qatar.

“Ini bukan hanya pertunjukan terbesar di dunia – acara terbesar – itu juga memiliki dampak sosial yang besar dan kami di FIFA ingin hadir dan membentuk dampak ini,” katanya dikutip dari laman resmi FIFA. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement