REPUBLIKA.CO.ID, GILLINGHAM -- Sejumlah kalangan merespons tragedi di Malang yang terjadi di Stadion Kanjuruhan setelah pertandingan Liga 1 Indonesia antara Arema FC vs Persebaya Surabaya. Tuan rumah Arema kalah 2-3 dalam derbi Jawa Timur itu, Sabtu (1/10/2022) malam WIB. Penonton yang berada di tribun menunjukkan ketidakpuasan selepas laga berlangsung. Mereka masuk ke lapangan dan terlibat bentrokan dengan petugas.
Kekacauan merebak setelah gas air mata ditembakkan pihak kepolisian yang bertugas mengamankan laga. Korban berjatuhan. Ratusan orang meninggal dunia.
Sejumlah pihak menyampaikan duka cita, tak terkecuali penggawa tim nasional Indonesia Elkan Baggott. Saat ini, ia berada di Inggris. Ia merupakan bek Ipswich Town yang sedang menjalani masa peminjaman di Gillingham FC. Melalui media sosialnya, ia mengunggah gambar berisi tulisan 'Duka Cita Mendalam untuk Sepak Bola Indonesia'.
"Tidak ada pertandingan sepak bola yang sama nilainya dengan satu nyawa manusia. Saya menyampaikan belasungkawa kepada para korban tragedi ini. Semoga mereka beristirahat dalam damai," demikian curahan hati Elkan di Instagram-nya, Ahad (2/10/2022).
Bek tengah berdarah campuran Indonesia-Inggris itu berada di Tanah Air beberapa hari lalu. Ia bagian dari skuat Garuda yang beruji coba menghadapi Cucarao.
Elkan telah mengoleksi 12 caps timnas Indonesia. Ia mengaku terbuka membela klub Liga 1 suatu saat nanti. Bisa jadi di periode akhir kariernya.
Usianya baru menyentuh angka 20 pada bulan depan. Kini ia tetap fokus menjalani hari-harinya di Inggris. Sayang, di sela-sela kesibukannya, terdengar kabar duka dari Malang.
Koordinator Save Our Soccer (SOS) Akmal Marhali melihat banyak terjadi pelanggaran sehubungan dengan kejadian itu. Baik dari aspek prosedural, maupun dari sisi regulasi statuta FIFA.
Ia menjelaskan, secara prosedur, Panitia Pelaksana (Panpel) mencetak tiket pertandingan sampai 45 ribu lembar, Itu melebihi kapasitas arena. Apalagi setelah berkoordinasi dengan pihak keamanan, oleh Polisi, Panpel laga tersebut hanya diperbolehkan mencetak 25 ribu tiket.
Kemudian terkait dengan pelanggaran regulasi statuta FIFA. Pasal 19 B mengatur senjata api dan gas air mata tidak boleh dipakai polisi saat mengamankan pertandingan di stadion.
Dalam catatannya, Akmal menilai apa yang terjadi di Kanjuruhan merupakan tragedi terdahsyat di dunia sepak bola. Jumlah korbannya melebihi tragedi Heysel dan Hillsborough di Eropa.