Sabtu 13 May 2023 09:16 WIB

Fans MU? Pinggirkan Sejenak SEA Games 2023, Silakan Ratapi 10 Tahun United Nirjuara Liga

Tak terasa, MU resmi 10 tahun tanpa juara Liga Primer Inggris.

Rep: Rahmat Fajar/ Red: Gilang Akbar Prambadi
Salju menutupi lapangan di kandang Manchester United, Old Trafford. Musim terus berganti, tapi MU tak kunjung mendapatkan trofi juara liga.
Foto: Twitter/Manchester United
Salju menutupi lapangan di kandang Manchester United, Old Trafford. Musim terus berganti, tapi MU tak kunjung mendapatkan trofi juara liga.

REPUBLIKA.CO.ID, MANCHESTER -- Sejak Manchester United (MU) meraih gelar Liga Primer Inggris ke-20 10 tahun lalu, sekaligus musim terakhir Sir Alex Ferguson sebagai pelatih, Setan Merah belum lagi mengangkat trofi tersebut. Dalam pidato perpisahannya, Ferguson meminta agar penggemar berdiri di samping pelatih baru. Itu bermakna mereka perlu memberikan dukungan kepada pelatih.

Sejak itu, MU telah memakai jasa lima pelatih tetap, dua kepala eksekutif, dan satu kepemilikan, yakni Keluarga Glazer. Kini MU tengah mengalami krisis identitas pasca-Ferguson. Kemenangan Manchester City sebagai pemuncak klasemen melawan Leeds United akhir pekan kemarin memastikan MU tak bisa menjuarai Liga Primer Inggris musim ini. 

Baca Juga

Itu karena, City dengan 34 laga sudah mengoleksi 82 poin. Andai pun kalah terus dalam sisa empat laga musim ini, City tak akan bisa dikejar oleh MU yang mengoleksi 63 poin. 

Maka, tahun ini adalah perjalanan satu dekade MU tanpa gelar juara Liga Primer Inggris yang mungkin akan membuat Anda tertawa atau menangis. Pinggirkan dulu hiruk pikuk dan kontroversi SEA Games. Ini adalah sederet noda pelatih yang tak sanggup menolong MU 10 musim ini: 

 

Kesalahan Menunjuk David Moyes

Moyes ditunjuk sebagai pelatih pertama di kursi pelatih MU pasca-Ferguson. Beban mental jelas menghampiri Moyes sebagai pengganti langsung setelah pensiunnya pelatih legendaris. Bukannya meneruskan kesuksesan Ferguson yang dilakukan Moyes, ia justru membuat MU sengsara.

Pembelian pemain di era Moyes juga tak memberikan dampak apa-apa kepada permainan tim. Pesepak bola papan atas yang diincarnya seperti Gareth Bale dan Cesc Fabregas tak bisa didapatkan. Ed Woodward sebagai juru lobi patut juga disalahkan.

Moyes terkenal dengan gaya permainan sepakbola pragmatis dan itu tak cocok untuk MU. Di bawah Moyes, MU hanya meraih satu kemenangan di Liga Primer Inggris melawan tim enam besar.

"Itu adalah titik terendah dekade ini. Memberi seorang manajer kontrak enam tahun - apakah itu benar atau salah - dan memecatnya setelah delapan bulan, bagi saya itu menandakan dimulainya periode baru kepemimpinan reaktif,” ujar Gary Neville, dilansir dari Sky Sports, baru-baru ini. 

Harapan lebih baik datang ketika Louis van Gaal tiba menggantikan posisi Moyes. Meskipun, tak ada keyakinan berlebihan bahwa pelatih asal Belanda itu akan membawa perbaikan. Itu karena, Van Gaal merupakan tipe pelatih yang kokoh dengan filosofi bermainnya.

"Dia benar-benar lucu. Sebagai seorang penulis, dia adalah debu emas. Dia karismatik dan memiliki cara yang sangat lucu. Cara yang sangat Louis van Gaal yang membuat Anda tidak bisa tidak merasa hangat juga,” kata pundit sepak bola Inggris, Jackson.

Jackson menilai segalanya bisa berbeda jika Woodward mendapatkan yang diinginkan. Woodward dilaporkan ingin menggoda Juergen Klopp dari Borussia Dortmund. Mereka justru mendatangkan Van Gaal.

"Jika Anda adalah klub terkaya di dunia dan Anda tidak dapat mempekerjakan manajer alfa seperti Pep Guardiola atau Klopp, maka ada yang salah karena Anda memiliki sumber dayanya. Ini menunjukkan salah urus dari atas,” jelasnya.

Di masa Van Gaal, pengeluaran untuk belanja besar mencapai 281,5 juta Poundsterling selama dua tahun. Namun permainan MU membosankan. Van Gaal berdalih kegagalannya karena tidak mendapatkan pemain yang diinginkan. Filosofinya juga terkesan kaku.

Kendati demikian Van Gaal mengamankan tiket Liga Champions di musim pertamanya dengan finis di posisi keempat. Pada musim keduanya, terjadi eksodus pemain karena mereka sudah tidak percaya kepada Van Gaal. Salah satunya Angel Di Maria yang memilih hengkang ke Paris Saint-Germain. Penandatanganan Sebastian Schweinsteiger juga dianggap kesalahan di era Van Gaal.

Hubungan Van Gaal dengan media pun menjadi tegang setelah Glazer dan Woodward membiarkan spekulasi berkembang berlarut-larut tentang masa depannya.

 

Jose Mourinho

Harapan cerah tampak ada ketika Jose Mourinho yang menggantikan Van Gaal mempersembahkan gelar Liga Europa pada 2017. Di skuadnya terdapat pemain termahal dunia waktu itu, Paul Pogba. Meskipun di musim pertamanya tertahan di urutan keenam, trofi Liga Europa mampun menutup kelemahan itu semua.

Momen terbaik MU sejak kepergian Ferguson adalah memenangkan Liga Europa 2017. Mourinho, katanya adalah seorang pemenang. Namun sikapnya yang kadang membuat kondisi ruang ganti tak kondusif membuat dia terancam.

Ia mengoceh kepada pemainya usai tersingkir dari Liga Champions di babak 16 besar melawan Sevilla. Mourinho mengatakan kepada pemainnya seharusnya permainan tumbuh. 

 

Ole Gunnar Solskjaer

Pertandingan melawan PSG di Paris pada fae gugur Liga Champions menjadi penentu apakah dia layak menjadi pelatih permanen menggantikan Jose Mourinho. Dia sukses memberikan keyakinan. Solskjaer melewati segala rintangan. Tim yang dilanda cedera, ia sukses membalikkan kekalahan kandang 0-2 di leg pertama Liga Champions. Solskjaer memenangkan 14 dari 17 pertandingan. 

Patrice Evra dan Pogba melakukan selebrasi meriah di boks direktur Parc des Princes. Sir Alex dan Eric Cantona berada di ruang ganti untuk merayakannya.  Solskjaer telah melakukannya dengan anak-anak di era Fergie. Minuman nostalgia yang memabukkan ini, penemuan kembali tradisi United dan kemenangan penting di Eropa membuat beberapa orang percaya bahwa Solskjaer adalah reinkarnasi Ferguson.

“Dengar, Man Utd mungkin tidak akan berterima kasih kepada saya, tetapi keluarkan kontraknya, letakkan di atas meja. Biarkan dia menandatanganinya, biarkan dia menulis angka berapa pun yang ingin dia tulis di sana mengingat apa yang telah dia lakukan sejak dia masuk,” kata Rio Ferdinand tentang Solskjaer.

Menurut Ferdinand, Solskjaer sukses melakukan pekerjaan dengan baik. Namun MU kembali tidak konsisten. Mereka memenangkan hanya dua laga dari 12 pertandingan tersisa, delapan di antaranya kekalahan. MU finis di urutan keenam  ketika Solskjaer diberikan pekerjaan permanen.

Solskjaer lambat laun mulai kehilangan dukungan karena performa MU yang tak bisa bersaing. Kehadiran Ronaldo juga tak mampu membawa MU ke masa kejayaan lagi. Hingga akhirnya Solskjaer juga harus meletakkan jabatannya.

 

Ralf Ragnick

Pelatih super error. Itu saja. 

 

Erik ten Hag

Pelatih asal Belanda itu tampak membawa angin segar terhadap kemajuan MU. Dari segi permainan, Ten Hag membawa MU bermain ngotot dan enak ditonton. Ten Hag juga seorang pelatih tegas. Dia tak segan-segan membangkucadangkan pemain jika tak patuh kepada aturannya seperti yang diberlakukan kepada Ronaldo.

Hanya beberapa bulan melatih, Ten Hag telah mempersembahkan gelar Piala Liga Inggris. Namun itu bukan jaminan Ten Hag akan kembali membawa kejayaan kepada Setan Merah. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement