REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mengikuti defile pembukaan Asian Para Games 2018 seorang diri dari semestinya satu tim, Mahmoud A H Zohud mengangkat tinggi-tinggi bendera negerinya dan siap membawa pesan kemanusiaan yang kuat dari Palestina.
Atlet berusia 29 tahun itu turun pada nomor tolak peluru putra F54/55 cabang para-atletik yang berlangsung di Stadion Utama Gelora Bung Karno (GBK) Senayan, Jakarta, Kamis. Mahmoud meraih hasil tolakan sejauh 4,53 meter dan menempati posisi ke-19.
Walau menempati posisi juru kunci, warga jalur Gaza itu berharap penampilannya dapat memotivasi semua penyandang disabilitas di Palestina untuk tetap melanjutkan kehidupan meskipun tubuh membatasi gerak mereka.
Berikut petikan wawancara perjuangan Mahmoud yang hampir gagal datang ke Jakarta untuk merayakan pesta multi-cabang olahraga disabilitas tertinggi di Asia itu.
Apa hanya fokus pada cabang atletik ataukah ada cabang olahraga lain yang diikuti dalam Asian Para Games ini?
"Saya hanya mengikuti satu nomor perlombaan saja karena saya sempat terkena cedera di tangan dan saya tidak dapat melakukan semua tanpa bantuan tim. Kedatangan saya terburu-buru. Sebenarnya saya sulit untuk bepergian sendiri tanpa bantuan pelatih ataupun teman-teman lain.
Namun, saya sangat senang punya kesempatan untuk mengikuti kompetisi Asian Para Games ini, terutama karena di Jakarta. Saya merasakan langsung bagaimana masyarakat di sini menghargai Palestina. Ini adalah sesuatu yang luar biasa.
Di sini, saya hanya mengikuti satu nomor perlombaan saja karena sampai sekarang saya masih merasakan sakit di pundak dan lengan saya.
Pada kesempatan berikutnya, saya akan berusaha sekuat tenaga untuk mengikuti semua nomor perlombaan meskipun kami tidak tahu kapan itu, bisa tahun depan, dua tahun lagi, atau bahkan 10 tahun lagi."
Anda sendiri sebagai perwakilan kontingen Palestina di Indonesia. Ada apa dengan tim Palestina?
"Sebelum ke Indonesia, saya sedang berlibur dengan istri saya di Dubai, Uni Emirat Arab (UAE). Semestinya saya kembali ke Palestina lebih dahulu dan bergabung dengan anggota lain tim, lalu datang ke Indonesia secara bersama-sama. Semestinya saya menunggu mereka di Mesir lalu berangkat bersama.
Ketika saya di perbatasan Mesir sedang dalam kondisi sulit, teman-teman saya tidak dapat keluar dari Palestina. Maka, saya putuskan untuk terbang ke Indonesia langsung dari Dubai.
Hanya, peralatan dan pelatih saya masih terblokade di perbatasan sana. Mereka tidak dapat datang dan saya sendirian dengan bantuan istri saya."
Berapa banyak atlet disabilitas Palestina yang sebenarnya akan datang dalam Asian Para Games 2018?
"Kami ada enam orang, termasuk saya. Saya juga punya teman atlet para-balap sepeda, Alaa Al Daly, yang sudah siap berlomba. Tapi, dia terblokir di perbatasan. Dia telah berlatih selama satu tahun setelah mengalami kecelakaan akibat kakinya tertembak peluru.
Setelah tiga minggu dirawat di rumah sakit, dia ingin segera berlatih kembali mengayuh sepeda. Tapi, dokter mengatakan dia harus menjalani proses penyembuhan secara penuh sebelum berlatih."
Jadi, Anda membawa mimpi seluruh atlet disabilitas Palestina seorang diri?
"Ini bukan hanya mimpi saya sendiri melainkan juga mimpi seluruh atlet disabilitas Palestina.
Saya akan tetap meneruskan langkah ini untuk memotivasi semua tim saya. Hasil latihan kami selama ini tidaklah sia-sia. Saya tidak ingin mereka berhenti berlatih karena masih banyak kesempatan untuk mengikuti kompetisi internasional.
Saya sudah berolahraga sejak usia 10 tahun. Saya ikut bola basket, renang, atletik, dan angkat berat. Tapi, atlet-atlet kami hanya ikut kompetisi lokal di Palestina saja dan tidak mendapatkan kesempatan untuk mengikuti kejuaraan internasional."
Sebenarnya, apakah sudah merencanakan untuk ikut Asian Para Games 2018 sebelum berlibur di Uni Emirat Arab atau spontanitas saja?
"Kami sudah mendapatkan informasi tentang Asian Para Games pada April. Saat itu, kami melihat ada kesempatan untuk hadir di Jakarta. Kami juga telah mengonfirmasi kehadiran kami pada 1,5 bulan sebelum pertandingan.
Hanya, tim kami tidak dapat keluar dari perbatasan Mesir padahal mereka telah mencoba dua kali. Mereka ditolak dan saya merasa sedih.
Ketika saya tahu teman-teman saya terblokir di perbatasan Mesir, saya selalu menghubungi mereka setiap saat. Saya katakan kepada mereka, saya tidak ingin berhenti (mengikuti Asian Para Games) meskipun saya saya tidak membawa peralatan dan hal-hal lainnya. Saya katakan untuk datang (ke Indonesia), berjuang dan melakukan yang terbaik.
Saya berterima kasih kepada masyarakat Indonesia, terutama pelatih Indonesia, Fadil. Dia bilang pelatih saya memang tidak dapat datang. Tapi, dia ada di sini untuk mendukung saya sampai akhir perlombaan. Dia mendatangi saya setiap pagi dan sore. Dia mempersilakan saya untuk memilih waktu latihan. Ia meminta saya untuk tak ragu meminta jika butuh bantuan kapan pun.
Saya banyak mengambil foto Fadil dan sukarelawan lain yang telah membantu saya pada hari terakhir latihan. Orang Indonesia sangat cinta orang Palestina. Saya bisa merasakan betapa besarnya cinta mereka kepada kami di hati mereka.
Meskipun tim kami tidak dapat ikut di Jakarta, saya dapat hadir di sini. Saya juga kibarkan bendera Palestina. Saya menunjukkan kepada semua orang, Palestina dapat sampai di sini meskipun seseorang menghalangi langkah kami. Saya memang tidak dapat berjalan tapi saya hadir di sini."