.

"Pada tahun-tahun sebelumnya, saya kerap memberikan respons secara emosional saat berada dalam situasi seperti ini. Alih-alih membantu saya dan orang-orang di sekitar saya, respons itu malah menciptakan situasi konflik. Terima kasih Tuhan, saya menjadi pelatih berbeda dibanding beberapa tahun silam. Saya tidak setenang dan seyakin ini dalam hal mengatasi masalah emosi," kata Mourinho seperti dilansir Independent, Rabu (24/2). 

Kedewasaan dalam menghadapi masalah ini, kata Mourinho, dapat menjadi salah satu cara terbaik untuk bisa membawa Tottenham bangkit dan kembali ke trek kemenangan. Bahkan, pelatih yang mengantarkan Inter Milan meraih tiga gelar sekaligus pada musim 2009/2010 itu optimis bakal diingat dengan catatan positif di buku sejarah Tottenham. 

"Sikap saya tidak berubah. Saat kalah, saya tentu kecewa. Namun, kedewasaan ini bisa membantu. Saya cukup percaya diri dan yakin, kami bisa segera bangkit. Saya yakin, saya akan diingat dalam sejarah Tottenham Hotspur untuk alasan yang bagus, bukan karena alasan yang buruk," kata Mourinho menegaskan. 

Terlepas dari hasil minor yang ditorehkan Spurs dalam delapan laga terakhir, Mourinho memang memiliki peluang untuk mencatatkan sejarah baru sebagai pelatih The Lilywhites. Mourinho dapat menjadi pelatih pertama yang mengakhiri paceklik gelar Spurs, yang terentang sejak musim 2008/2009. 

Terakhir kali Spurs berhasil meraih gelar juara adalah saat menjadi yang terbaik di gelaran Piala Liga Inggris pada akhir musim 2007/2008. Mourinho berhasil mengantarkan Spurs melangkah ke partai final Piala Liga Inggris musim ini. Di partai final, yang bakal digelar di Stadion Wembley pada 25 April mendatang, Tottenham akan menghadapi juara bertahan Manchester City. 

Ikuti Whatsapp Channel Republika