Rabu 21 Apr 2021 20:33 WIB

Tolak Ide ESL, De Bruyne: Hal Terpenting adalah Persaingan

De Bruyne soroti tak adanya semangat kompetisi yang sehat dan kesetaraan kesempatan.

Rep: Reja Irfa Widodo/ Red: Endro Yuwanto
Kevin De Bruyne dari Manchester City.
Foto: EPA-EFE/Laurence Griffiths
Kevin De Bruyne dari Manchester City.

REPUBLIKA.CO.ID, MANCHESTER -- Gelandang Manchester City, Kevin De Bruyne, angkat bicara terkait rencana gelaran Liga Super Eropa (ESL). Salah satu aspek yang disorot gelandang asal Belgia itu terkait ide dan konsep ESL adalah tidak adanya semangat kompetisi yang sehat dan kesetaraan kesempatan terhadap semua tim.

Sebelumnya, ESL sempat menguraikan format kompetisi, termasuk dengan jumlah kontestan yang mencapai 20 tim. Dari 20 tim tersebut, 15 tim merupakan tim yang akan tetap berada dalam kompetisi tersebut tiap tahun, sedangkan lima tim lainnya ditentukan berdasarkan capaian di kompetisi domestik pada musim berikutnya.

Selain itu, tidak ada mekanisme promosi dan degradasi, terutama buat 15 tim tersebut. Kondisi ini justru membuat ESL dianggap sebagai kompetisi tertutup, yang hanya dikuasai oleh segelintir klub-klub besar Eropa.

Tidak hanya itu, dengan kondisi tersebut, ESL malah menumbuhkan semangat anti-kompetisi dan sportivitas. Tim-tim yang cenderung lebih kecil tidak memiliki kesempatan untuk mengukur kemampuan dengan tim-tim yang relatif lebih besar.

Dengan merujuk pengalamannya, yang datang dari sebuah kota kecil di Belgia, dan akhirnya bisa tampil di Bundesliga Jerman dan Liga Primer Inggris, De Bruyne menyebut, aspek kompetisi justru menjadi faktor penting dalam meningkatkan kemampuannya. Semangat untuk bisa bersaing dengan tim-tim yang lebih besar dapat membuka kemungkinan buat sebuah tim untuk bisa berkembang.

''Saya telah bekerja keras dan berkompetisi melawan siapa pun untuk meraih kemenangan. Hal terpenting adalah persaingan dan kompetisi,'' ujar De Bruyne dalam unggahan di akun media sosialnya seperti dilansir EFE, Rabu (21/4).

Terlepas dari berbagai polemik yang timbul akibat ESL, mantan gelandang Chelsea itu pun menyebut, polemik tersebut dapat menjadi momentum untuk melakukan perbaikan dan evaluasi di industri sepak bola Eropa. Perbaikan ini, lanjut De Bruyne, hanya bisa dicapai lewat persatuan berbagai pihak yang berkepentingan di industri sepak bola. Tidak hanya itu, gelandang berusia 29 tahun itu mencoba memahami latar belakang dari pembentukan ESL.

''Saya tahu, ini adalah soal bisnis yang besar dan saya menjadi bagian dari bisnis itu. Namun, saya masih seorang anak kecil yang cinta bermain sepak bola. Ini bukan soal satu entitas semata, tapi ini soal sepak bola. Tetaplah memberikan inspirasi pada generasi pesepak bola berikutnya dan para suporter bisa terus menggantungkan harapannya,'' kata De Bruyne.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement