REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Atlet Afghanistan Zakia Khudadadi pada Selasa (17/8), meminta pertolongan ketika ia berupaya keluar dari Kabul dan menghidupkan kembali mimpinya menjadi atlet putri pertama dari negaranya di Paralimpiade. Komite Paralimpiade Afghanistan (APC) sebelumnya pada Senin (16/8) menyatakan dua atlet mereka batal tampil di Paralimpiade Tokyo 2020 yang dimulai pada 24 Agustus menyusul kerusuhan yang diakibatkan pengambilalihan kekuasaan oleh Taliban.
Taliban telah menguasai kota-kota besar dan sekarang mengendalikan sebagian besar Afghanistan. Atlet para-taekwondo Khodadadi dalam pesan video dari Kabul yang diteruskan oleh Chef de Mission APC Arian Sadiqi yang berbasis di London untuk Reuters mengatakan bahwa dia merasa terpenjara. Ia tinggal dengan keluarga besarnya tapi tidak mampu pergi keluar dengan rasa aman untuk berlatih, belanja, atau sekadar mengunjungi rekan dan kerabatnya.
Berbicara dalam bahasa Farsi, dan diterjemahkan oleh Reuters, Khudadadi mengatakan merasa menjadi beban tambahan bagi kerabatnya yang tidak memiliki cukup makanan untuk anak-anak mereka sendiri. "Saya memohon kepada kalian semua, bahwa saya seorang perempuan Afghanistan dan sebagai wakil dari perempuan Afghanistan saya meminta tolong kepada Anda," kata dia.
Ia mengatakan, niatnya berpartisipasi di Paralimpiade Tokyo 2020. Untuk itu, Khudadadi meminta orang-oranng 'menggenggam tangannya' dan membantunya. Ia mendesak semua pihak, mulai dari perempuan di seluruh dunia dan institusi untuk perlindungan perempuan dari semua organisasi pemerintah, agar tidak membiarkan hak-hak warga perempuan Afghanistan di gerakan Paralimpiade direnggut begitu saja.
"Kenyataannya adalah kami telah mengangkat diri kami sendiri dari situasi ini, bahwa kami telah mencapai begitu banyak, ini tidak bisa dianggap enteng. Saya telah banyak berkorban, saya tidak ingin perjuangan saya sia-sia dan tanpa hasil. Bantu saya," kata dia.
Khudadadi, 23, dan atlet lari Hossain Rasouli dijadwalkan tiba di Tokyo pada Selasa tapi kini tak bisa terbang.
Baca juga : Nahitan Nandez Diincar Dua Klub Inggris
Kelompok Taliban mengatakan kepada para reporter dalam konferensi pers pertama mereka di Kabul pada Selasa bahwa mereka akan menghormati hak-hak perempuan dalam kerangka hukum Islam. Konferensi pers itu digelar setelah Amerika Serikat dan negara-negara Barat sekutunya mengevakuasi diplomat dan warga mereka, menyusul kekacauan di bandara Kabul ketika warga Afghanistan berupaya kabur dari terminal yang dipadati oleh kelompok Taliban itu.