REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim Indonesia harus menerima kegagalan mereka mencapai target setelah finis di urutan ke-13 klasemen perolehan medali dengan koleksi tujuh emas, 11 perak dan 18 perunggu. Pencapaian itu meleset dari target yang dipasang pemerintah yaitu di 10 besar.
Selain itu, cabor bulu tangkis juga menorehkan sejarah kelam di ajang multievent tersebut. Untuk pertama kalinya tim bulu tangkis Indonesia gagal membawa satu medali pun dari Asian Games. Sebelumnya pada Asian Games 1986, Indonesia gagal meraih emas dan perak, tapi setidaknya masih membawa pulang empat medali perunggu.
Mengenai target yang gagal dicapai oleh tim Indonesia tersebut pengamat olahraga Fritz Simanjuntak menilai ada kesalahan atau ketidakmampuan tim review saat menilai potensi yang dimiliki atlet-atlet Indonesia. Dia menegaskan tidak mencapai target dan ketidakmampuan menilai potensi adalah dua hal berbeda.
"Kalau tidak mencapai target, katakanlah misalnya tiga medali emasnya bulu tangkis, kalau tiga nya itu masuk final, itu tidak mencapai target. Tapi kalau tiga-tiganya itu cuma sampai di perempat final, itu namanya salah perkiraan, nggak tahu kemampuan pemain," kata Fritz saat dihubungi Republika.co.id yang disiarkan pada Rabu (11/10/2023).
Menurutnya yang paling membutuhkan evaluasi saat ini adalah justru KOI, Kemenpora dan pemerintah pusat. Fritz menekankan perlu adanya sistem yang bisa memonitor para atlet secara terus menerus. Ia pun menggarisbawahi pernyataan CdM Basuki Hadimuljono yang mengakui kurangnya prasarana untuk atlet di cabor-cabor olimpiade tersebut.
"Prasarana kita kurang dan itu yang dari puluhan tahun lalu saya ingatkan. Kita nggak punya Pelatnas terpadu, terintegrasi. Tidak ada pelatnas untuk cabang-cabang olahraga olimpiade," kata dia. "Jadi saya pikir disini (Presiden) Jokowi harus bikin Keppres untuk cabang-cabang potensi olimpiade," ujarnya menambahkan.