Senin 21 May 2018 15:54 WIB

Armani, Inter, dan Mimpi di Kota Milan

Tak ada mimpi yang mustahil untuk diwujudkan di Kota Milan

Gelandang Inter Milan, Matias Vecino merayakan gol ketiga Inter ke gawang Lazio pada laga terakhir Serie A musim ini di Stadion Olimpico, Roma, Senin (21/5) dini hari WIB. Inter menang 3-2.
Foto:
Reaksi Pelatih Inter Milan Luciano Spalletti saat pertandingan Serie A antara FC Internazionale dan Udinese Calcio di Stadion Giuseppe Meazza, Milan, Italia, Sabtu (16/12).

 

Namun sisi yang paling penting dari semua itu adalah kebangkitan di atas lapangan. Keputusan manajemen Inter menunjuk Luciano Spalletti sebagai pelatih Inter di awal musim nyatanya membuahkan hasil manis. 

 

Spalletti yang sudah mengenal karakter sepak bola Italia, mampu mengembalikan gaya lama Inter yang bermain dengan 4-3-3. Pada awal musim 2017/2018, Inter di bawah Spalletti tak jor-joran dalam membeli pemain. Ini berbeda dengan saudara sekota mereka, yakni AC Milan yang menghabiskan dana transfer hingga lebih dari 200 juta euro. 

 

Inter dengan cermat membeli sejumlah pemain muda potensial macam Matias Vecino, Milan Skriniar, dan Dalbert. Inter juga meminjam dua pemain, yakni Joao Cancelo dari Valencia dan Rafinha. Total, dana transfer yang dihabiskan Inter pada awal musim 2017/2018 kurang dari 70 juta euro. 

 

Dengan dana yang jauh lebih minim dari AC Milan, manajemen Inter awalnya dikritik. Banyak yang menilai, Inter tak akan mampu bersaing di papan atas. Tapi segala kritik itu coba ditepis manajemen Inter. 

 

Presiden lama Inter, Massimo Moratti pun angkat komentar. Moratti menilai, langkah yang dilakukan manajemen Inter sudah tepat. Inter, kata Moratti, berbeda dengan manajemen AC Milan. 

 

Menurut Moratti, dari segala sisi manajemen Inter jauh lebih baik dibanding saudara sekota mereka. Dari segala rekam jejak, Moratti menilai pengambilalihan saham Inter Milan jauh lebih baik daripada AC Milan. 

 

 “Benar-benar tidak ada kesamaan antara penjualan saham saya kepada Erick Thohir dan penjualan saham AC Milan, keduanya memiliki karakter yang berbeda,” ujar Moratti.

 

Apa yang disampaikan Moratti nyatanya terbukti di atas lapangan. Pada awal hingga pertengahan musim, Inter dengan kebijakan transfer yang lebih minim, nyatanya mampu bersaing di papan atas klasemen. Pada awal Desember 2017, Inter bahkan mampu merebut puncak klasemen Seri A. 

 

Namun pada awal paruh kedua, prestasi Inter sempat menurun. Inter yang awalnya berada di posisi teratas klasemen, perlahan tapi pasti mulai turun posisinya. Pada pertengahan Desember 2017 hingga Januari 2018, Inter mencatat delapan laga tanpa kemenangan. 

 

Hasil minor ini membuat Inter tak hanya terlempar dari peringkat teratas tapi juga posisinya di empat besar terancam. Penurunan prestasi Inter ini ditenggarai akibat minimnya stok pelapis. 

 

Di lini depan, Inter tak punya banyak opsi selain Mauro Icardi. Walhasil, saat Icardi tampil jelek hasil buruk juga dipetik Inter. 

 

Walhasil, pada Januari manajemen Inter bergerak cepat di bursa transfer guna membangkitkan tim dari keterpurukan. Rafinha didatangkan dari Barcelona sebagai opsi tambahan. 

 

Bersama Rafinha, Spalletti mencoba untuk menerapkan taktik baru. Skema 4-2-3-1 diterapkan. Perubahan ini menjadi kunci Inter untuk bangkit di paruh terakhir kompetisi. 

 

photo
Formasi 4-2-3-1 Inter Milan yang diterapkan pada paruh kedua kompetisi

 

Hadirnya Rafinha ini yang kembali mampu memperbaiki performa Inter. Rafinha yang malang melintang bersama Barcelona mampu mencetak assist dan gol bagi Inter di saat paling krusial kompetisi. Pada tiga laga terakhir Seri A, Rafinha mampu mencetak dua gol. 

 

Namun pemain yang punya peran terbesar bagi Inter adalah sang capitano, Mauro Icardi. Spanjang musim ini, Icardi mampu mencetak 29 gol yang membuatnya menjadi top skorer Seri A musim 2017/2018.

 

Sosok sentral Icardi pun tampak pada laga penentuan Inter musim ini menghadapi Lazio di Olimpico, Senin (21/5) dini hari WIB. Inter yang sempat tertinggal 0-1 dan 1-2, mampu bangkit di penghujung laga. Adalah penalti Icardi pada menit ke-78 yang jadi kunci kebangkitan Inter. Ini disusul gol Vecino pada menit ke-81 yang memastikan Inter menang dramatis 3-2. 

 

Hasil ini sekaligus memastikan apa yang dijanjikan manajemen baru Inter pada 2013 lalu terwujud, yakni tiket Liga Champions. 

 

Selain Icardi, pujian besar juga patut diberikan pada sang pelatih, Spalletti. Spalletti dengan jeli mampu meramu skema 4-3-3  dan 4-2-3-1 Inter dengan sangat seimbang. Duet Skriniar dan Miranda di lini belakang mampu menjaga soliditas pertahanan. Sedangkan trio Ivan Perisic, Icardi, dan Candreva mampu jadi motor untuk menggedor pertahanan lawan. 

 

Ini juga ditambah kolaborasi apik Marcelo Brozovic, Roberto Gagliardini, dan Vecino di lini tengah. Pada Januari, kolaborasi ini diperkuat oleh Rafinha yang kemudian jadi kunci permainan tim pada paruh kedua kompetisi. 

 

Tak hanya soal teknis, hal terpenting yang dihadirkan Spalletti adalah mental bertanding. Ini terbukti dengan performa apik yang ditunjukkan Inter setiap melakoni laga besar. 

 

Musim ini, Intar tercatat mampu membawa pulang poin dari markas Juventus dan menang dari AC Milan. Puncaknya kala Spalletti mampu memenangkan laga final perebutan tiket Liga Champions melawan Lazio, akhir pekan lalu. 

 

"Spalletti memang memperlihatkan karakter Inter yang luar biasa. Selama beberapa tahun ini (Inter Milan) masih turun naik, tapi saat ini ia (Spalleti) sudah memperlihatkan karakternya sekarang," ujar Erick Thohir. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement