Kamis 16 Jan 2020 17:13 WIB

Juventus Terancam Sanksi UEFA

Total pembayaran gaji pemain Juve memiliki rasio 71 persen dari total pendapatan.

Rep: Eko Supriyadi/ Red: Endro Yuwanto
Logo Juventus di Stadion Allianz, Juventus, Turin, Italia.
Foto: Foto: EPA/Alessandro Di Marco
Logo Juventus di Stadion Allianz, Juventus, Turin, Italia.

REPUBLIKA.CO.ID, TURIN -- Juventus berada di ambang risiko terkena sanksi Financial Fair Play (FFP). Sebab, total pembayaran gaji pemain Juve memiliki rasio 71 persen dari total pendapatan.

Hitung-hitungan tersebut dibuat berdasarkan bocoran salinan dari laporan keuangan KPMG, salah satu perusahaan jasa keuangan terbesar di dunia. KPMG membuat laporan keuangan untuk delapan klub yang juara di kompetisi utama Eropa, namun hanya Juve yang mengalami kerugian.

Masalah terbesar dalam parameter FFP adalah klub harus mampu menjaga total pembayaran gaji pemain di bawah 70 persen, sementara Juve kini berada pada angka 71 persen. Tak ada satu pun klub di Eropa yang berstatus sebagai juara bertahan berada pada level tersebut.

Juventus sebenarnya telah mengambil langkah pada Februari 2019, dengan meluncurkan obligasi sebesar 175 juta euro dan saat ini telah meningkatkan modal sebesar 300 juta euro. ''Hasil laba bersih pada musim 2019/2020 juga akan ditinjau secara negatif,'' jelas laporan tersebut dikutip dari Football-italia, Kamis (16/1).

Pendapatan Juve juga meningkat drastis dalam beberapa tahun terakhir, hingga 16 persen sejak musim 2017/2018. Namun kontribusi terbesar juga saat Cristiano Ronaldo datang dan negosiasi ulang kerja sama sponsorship dengan Adidas.

Juve juga mengubah strategi saat memburu pemain. Bianconeri cenderung merekrut pemain yang sudah bebas transfer, misalnya Aaron Ramsey dan Adrien Rabiot. Alasannya sederhana, para pemain itu bisa memberikan gaji yang tak terlalu tinggi karena alotnya negosiasi.

Juventus masuk dalam 10 klub terkaya di dunia, dengan valuasi sebesar 459,7 juta euro, di bawah Chelsea, Tottenham Hotspur, Liverpool, Manchester City, Paris Saint-Germain (PSG), Bayern Muenchen, Manchester United, Real Madrid, dan Barcelona.

Klub lain yang terancam sanksi karena melanggar FFP adalah Manchester City. Klub Liga Primer Inggris itu kini sedang menghadapi persidangan banding oleh Pengadilan Arbitrase untuk Olahraga (CAS). Namun, banding City atas investigasi UEFA karena diduga melanggar aturan FFP tersebut ditolak oleh CAS.

UEFA melakukan investigasi setelah koran Jerman Der Spiegel, yang mempublikasikan bocoran dokumen terkait dengan dugaan penggelembungan nilai kerja sama dengan sponsor. Tujuannya adalah 'menipu' organisasi sepak bola Eropa tersebut agar tak terlihat melanggar FFP. Karena itulah City terancam sanksi larangan tampil di Liga Champions.

Namun City melawan dengan melakukan banding ke CAS. Sayangnya, banding the Citizens ditolak pengadilan. CAS menilai materi yang diajukan City tak dapat diterima. Sementara City menyatakan tak ada yang salah dari keuangannya dan menilai UEFA tak punya otoritas untuk memberi sanksi terkait FFP.

Dikutip dari BBC, sembilan klub telah terbukti melanggar kriteria FFP pada periode penilaian awal, khususnya yang paling menarik perhatian adalah Manchester City dan Paris Saint-Germain. City didenda sebesar 49 juta pound dan hanya boleh memasukkan 21 nama pemain di Liga Champions pada 2014/2015. City kala itu mengalami kerugian sebesar 149 juta pound dalam dua musim penilaian, sebesar 97 juta pound pada 2012, dan 51 juta pound pada 2013.

Sementara itu, PSG yang dimiliki oleh perusahaan Qatar menerima sanksi yang sama dengan City. PSG tak mampu menjelaskan kepada CFCB terkait dengan sponsorship sebesar 167 juta pound dengan Qatar Tourisme Authority yang menghilangkan kerugian dengan pemasukan yang tak masuk akal.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement